REGIONAL NEWS.ID, TANJUNGPINANG – Kedua terdakwa kasus korupsi proyek pembangunan polder pengendali banjir Tanjungpinang, dituntut 1 tahun 4 bulan penjara, denda sebesar Rp100 juta subsider 3 bulan kurungan.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Alinaex Hasibuan dari Kejaksaan Negeri Tanjungpinang membacakan tuntutan tersebut terhadap dua terdakwa, yaitu Pesrizal yang bertindak sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) proyek dan Ir. Kasuma Armaninata, Direktur PT Belimbing Sriwijaya, di Pengadilan Negeri Tanjungpinang pada Selasa (10/9/2024).
Jaksa mengatakan, kedua terdakwa terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi yang menyebabkan kerugian negara. Hal ini sesuai dengan Pasal 3 ayat 1 Jo Pasal 18 ayat 1 Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang telah diubah dengan Undang-Undang No. 20 Tahun 2001, Jo Pasal 55 ayat (1) KUHP.
Para terdakwa dinyatakan menyalahgunakan kewenangan mereka untuk menguntungkan diri sendiri, orang lain, atau korporasi dalam pengerjaan dan pembayaran proyek pembangunan polder pengendali banjir, yang mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp931 juta.
“Kami meminta Majelis Hakim untuk menghukum kedua terdakwa dengan pidana penjara selama 1 tahun 4 bulan serta denda sebesar Rp100 juta,” ujar JPU.
Namun, Jaksa tidak menerapkan pidana tambahan berupa uang pengganti (UP) karena terdakwa Armaninata telah mengembalikan uang sebesar Rp931.751.880,- ke kas negara melalui Jaksa sebagai pengganti kerugian negara.
Atas tuntutan ini, terdakwa dan kuasa hukumnya menyatakan akan mengajukan pledoi pembelaan secara tertulis.
Majelis Hakim yang diketuai oleh Ricky Ferdinand, dengan anggota Fauzi dan Syaiful Arif, menunda persidangan selama satu pekan untuk agenda pembacaan pledoi.
Sebagai informasi, proyek pembangunan polder pengendali banjir di Jalan Pemuda, Tanjungpinang, merupakan proyek Kementerian PUPR yang dialokasikan dari APBN dengan nilai kontrak Rp16,3 miliar.
PT Belimbing Sriwijaya, yang memenangkan tender proyek, gagal menyelesaikan pekerjaan sesuai jadwal, meskipun telah menerima pembayaran sebesar Rp8,641 miliar.
Berdasarkan audit BPKP, pembayaran tersebut tidak sesuai dengan progres pekerjaan, sehingga menyebabkan kerugian negara sebesar Rp931.751.880.