REGIONAL NEWS.ID, TANJUNGPINANG – Majelis hakim Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Tanjungpinang yang mengadili perkara dugaan korupsi pekerjaan lanjutan tahap VI pembangunan fasilitas Pelabuhan Dompak, Tanjungpinang, Provinsi Kepri.
Proyek Tahun Anggaran Pendapatan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2015 dengan pagu anggaran sekitar Rp41 Miliar dengan dua terdakwa, Ikhsan (kontraktor) dan Haryadi (PPK) menggelar sidang Pemeriksaan Setempat (PS), Jum’at (23/4/2024).
Sidang Pemeriksaan Setempat (PS) dipimpin majelis hakim Ricky Ferdinan didampingi hakim anggota beserta Panitera Pengganti (PP) tersebut, dihadiri Jaksa Penuntut Umum (JPU) Bambang Wiratdany dari Kejari Tanjungpinang, termasuk kedua terdakwa didampingi penasehat hukumnya dengan pengawalan ketat aparat kepolisian termasuk Unit Tipikor Satreskrim Polresta Tanjungpinang.
Dalam sidang PS tersebut, majelis hakim lebih dulu menyampaikan tujuan kegiatan ini guna melihat lebih jelas kondisi fisik Pelabuhan Dompak tersebut yang saat ini memang sudah kotor dan berantakan, akibat kurangnya perawatan.
Selanjutnya, majelis hakim menanyakan satu persatu terhadap bagian kegiatan pekerjaan yang telah dilakukan oleh terdakwa, terutama kepada Terdakwa Ikhsan selaku Direktur PT Ramadhan, kontraktor yang mengerjakan lanjutan proyek pelabuhan Dompak tersebut, termasuk kepada Terdakwa Haryadi selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) kegiatan.
Pertanyaan majelis kepada kedua Terdakwa diawali terkait pekerjaan penimbunan bagian jalan menuju pelabuhan, termasuk pekerjaan beton bibir pantai pelabuhan, dilanjutkan terkait pembangunan fisik berupa ruang tunggu keberangkatan dan kedatangan penumpang, hingga pekerjaan atap pelabuhan yang diakui oleh terdakwa Ikhsan telah selesai dikerjakan saat itu, meskipun adanya terdapat beberapa kekurangan.
Hal lain, hakim juga menanyakan tentang dinding kaca dan pintu geser (Rooling door-red) yang juga dikatakan oleh Terdakwa Ikhsan telah selesai ia kerjakan, termasuk areal fasilitas parkir kendaraan.
Terkait pekerjaan kosen jendela kaca pelabuhan, terdakwa Ikhsan kembali mengakui telah selesai ia kerjakan, meskipun kondisinya saat ini sudah tidak tidak kelihatan lagi.
“Dulu sudah dikerjakan, namun sekarang sudah tidak ada, mungkin dicuri orang,” jawab Ikhsan.
Dalam kegiatan sidang PS tersebut, hakim juga menanyakan tentang pekerjaan mekanikal, berupa pemasangan lampu, berikut kabel dan instalasi stok kontak yang kata terdakwa Ikhsan saat itu telah dikerjakannya. “Ini masih ada bekasnya,”jawab Ikhsan
Terkait pekerjaan sarana penyambung atap dari ruangan tunggu kedatangan maupun keberangkatan penumpang yang saat inj sama sekali tidak kelihatan berkas pengerjaannya, Ikhsan awalnya mengakui telah ia kerjakan. “Kalau memang ada, mana bekasnya saja tidak ada, seperti bagian lainnya yang masih terlihat sisanya,”ujar Hakim.
Dalam kegiatan sidang PS tersebut, hakim juga mengecek terhadap pekerjaan sanitasi (WC), termasuk kondisi atap menuju Ponton keberangkatan penumpang yang kondisinya saat ini sudah terlihat berkarat dan bagian besi pagar Ponton yang saat ini sudah hilang, dan diduga dicuri orang.
Terkait Ponton pelabuhan tersebut, diketahui sebenarnya ada dua buah. Namun saat ini yang ada hanya tinggal satu. Sedangkan satunya lagi, dikabarkan telah hanyut terseret arus dan saat ini sudah diamankan di wilayah Pelabuhan di Kampung Bulang, Tanjungpinang.
Usai melakukan sidang PS tersebut, majelis hakim kemudian menyatakan sidang ditutup dan akan dilanjutkan pada Senin 4 Maret 2024 dengan agenda pemeriksaan 2 saksi ahli bidang teknis dan keuangan.
Sekedar diketahui, nama Terdakwa muncul dalam perkara yang sama sebelumnya pada tahun anggaran yang berbeda dengan terdakwa Haryadi selaku PPK. Namun dalam proses penyelidikan dan penyidikan yang dilakukan oleh unit Tipikor Satreskrim Polresta Tanjungpinang, nama ikhsan tidak masuk dalam dakwaan pertama perkara tersebut dan baru terungkap dalam proses persidangan.
Berdasarkan hal tersebut, penyidik Satreskrim Polresta Tanjungpinang akhirnya menetapkan Ikhsan masuk Daftar Pencarian Orang (DPO) dan akhirnya berhasil ditangkap pihak kepolisian.
Dalam perkara pertama, terdakwa Hariyadi selaku PPK dan Berto Riawan selaku Direktur PT Karya Tunggal Mulya Abadi (KTMA) sebagai pemenang tender proyek pekerjaan lanjutan pembangunan fasilitas Pelabuhan Dompak itu telah dijatuhi vonis oleh hakim Pengadilan Tipikor Tanjungpinang.
Terdakwa Hariyadi selaku PPK proyek ini, dijatuhi vonis selama 6 tahun 6 bulan penjara oleh majelis hakim denda Rp300 juta, subsider 5 bulan kurungan. Kemudian ditambah uang pengganti (UP) kerugian negara Rp.420 juta, subsider 3 tahun kurungan.
Bersama Haryadi, majelis hakim Tipikor juga memvonis Berto Riawan ST Bin Lukito, selaku kepala Cabang PT. Karya Tunggal Mulya Abadi (KTMA), sekaligus pemenang tender pekerjaan proyek selama 6 tahun, ditambah denda Rp300 juta, subsider 5 bulan penjara.
Selain itu, Berto Riawan juga diwajibkan untuk membayar uang pengganti kerugian negara sebesar Rp170 juta, dengan ketentuan apa bila tidak sanggup dibayarakan melalui penyitaan seluruh aset harta kekayaannya, makan akan diganti kurungan selam 3 tahun.
Dalam sidang perkara dugaan korupsi yang menyebabkan kerugian negara sebesar Rp.5.094.090.400 dari total dana senilai Rp9.783.700.000, APBN-P tahun 2015 tersebut, terungkap adanya peranan pihak lain yang ikut menikmati uang haram hasil korupsi tersebut.
Saksi lain, Zulifah, Staf Keuangan PT Iklas Maju Sejahtera (IMS) menyebutkan bahwa sejumlah aliran dana proyek tersebut mengalir ke Ikhsan, sejak 9 Januari 2015 sebesar Rp10 juta, 23 Januari 2015 sebesar Rp 125 juta, 6 Maret 2015 sebesar Rp 25 juta, 10 Maret 2015 sebesar Rp 10 juta, 16 Maret sebesar Rp 50 juta dan pembayaran di bulan Oktober 2015 sebesar Rp 60 juta, Rp 400 juta dan Rp 100 juta.
Pelaksanaan proyek tersebut selayaknya dikerjakan selama 90 hari kalender, terhitung 29 September hingga 27 Desember 2015. Namun hingga batas kontrak berakhir, PT KTMA selaku penyedia tidak sepenuhnya melaksanakan pekerjaan fisik. Bahkan, perlengkapan dan kelengkapan yang seharusnya diadakan juga tidak dilaksanakan.
Sementara Hariyadi selaku PPK menyadari bahwa pekerjaan tersebut belum dilaksanakan 100 persen oleh pihak penyedia. Namun ia selaku PPK tetap melakukan pembayaran sebesar 100 persen.
Bahkan untuk dapat dilakukan pencairan sebesar 100 persen, PPK telah memalsukan dokumen PHO (Provisianal Hand Over-red) dengan cara menscan tanda tangan tim PPHP.
Perbutan terdakwa dapat dijerat sebagaimana diatur dan diancam dalam Pasal 2 ayat (1) Jo Pasal 3, Jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 Jo. Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.