REGIONAL NEWS.ID, TANJUNGPINANG – Ketua LSM Kodat86 Cak Ta’in Komari SS meragukan realisasi anggaran pokir 45 Anggota DPRD Provinsi Kepri dikelola secara benar. Anggaran itu berpotensi dikorupsi dengan cara mengambil komisi dari setiap proyek.
Informasi yang didapat menyebutkan bahwa masing-masing anggota dewan mendapatkan anggaran minimal 6 miliar bahkan ada yang lebih. Anggaran tersebut dititipkan melalui Organisasi Perangkat Daerah (OPD) atau dinas yang ada.
“Angkanya bisa lebih dari 300 miliar, karena unsur pimpinan mendapatkan pokir lebih dibanding anggota biasa. ” kata Cak Ta’in di Batam.
Menurut Cak Ta’in, temuan adanya anggaran 3 miliar lebih tahun 2022 di Diskominfo Kepri dengan spesifikasi pekerjaan berita. Ada indikasi kuat titipan pokir anggota DPRD Provinsi Kepri itu mengindikasikan pokir-pokir anggota dewan lainnya yang model realisasinya sama.
Anggaran pokir dititip pada OPD-OPD sesuai bidang kerja komisi masing-masing anggota dewan.
Kodat86 juga menemukan adanya dugaan anggaran titipan untuk sewa 10 unit mobil di salah satu OPD, dengan sewa masing-masing unit senilai Rp.9,5 juta. Modus lain yang digunakan yakni dengan alokasi anggaran sosial dan hibah.
Patut diduga ada indikasi menggunakan yayasan fiktif atau memberikan porsi prosentase saja.
“Apakah kemudian pokir itu tidak perlu? Jawabnya bisa iya bisa tidak. Jika orientasi adalah mempercepat realisasi aspirasi masyarakat atau konstituen mereka ya itu bagus, tapi ada anggapan pokir untuk mencari keuntungan pribadi itu yang jelas salah dan bisa bermasalah hukum.” terang Cak Ta’in.
Lebih lanjut Cak Ta’in menjelaskan, masalah kedudukan dan protokoler keuangan pimpinan dan anggota dewan itu sudah diatur dalam peraturan perundangan. Jika mereka mengambil komisi dari proyek-proyek pokir mereka maka itu sudah masuk kategori gratifikasi dan korupsi.
Untuk itu, Cak Ta’in menambahkan semua pokir anggota DPRD Provinsi Kepri itu perlu diawasi lebih ketat bagaimana realisasinya. Masalahnya pokir ini kental mengandung unsur KKN yang melanggar hukum.
Tidak semua anggota dewan makan dana pokir untuk kepentingan pribadi atau menguntungkan kelompoknya, tapi mayoritasnya menganggap pokir itu menjadi jatah mereka. Ada beberapa anggota dewan yang amanah melaksanakan dana pokir itu sebagai wujud aspirasi masyarakat.
“Masyarakat bisa menilai mana anggota dewan yang benar-benar amanah terhadap aspirasi dan pokir dan mana yang diembat sendiri gak mikirin masyarakat.” pesan Cak Ta’in.
“Selain yang dianggarkan di Sekretariat Dewan, anggota DPRD tidak boleh menerima sepeserpun dari keuangan pemerintah lainnya. apalagi mengambil fee proyek pokir, bahkan ada indikasi pokirnya itu difiktifkan. Masalah terbesarnya pokir itu dianggap bagian dari jatah para anggota dewan itu, ” tegas Cak Ta’in.
Cak Ta’in menegaskan Kodat86 akan segera melaporkan dan membongkar permainan dana pokir anggota dewan itu satu persatu ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) secepatnya.
Dia meyakini jika secara akumulasi indikasi ada tindak pidana korupsi kuat dengan bukti permulaan, maka dia yakin KPK akan segera menindaklanjuti.
“Kita buat kajian hukumnya dulu, jika memenuhi unsur kita segera untuk melaporkan secepatnya, apalagi Ketua KPK, Bpk. Firli Bahuri sudah mengingatkan supaya anggota Dewan tidak bermain pokir lagi. Artinya persoalan pokir ini pasti akan mendapat atensi dan tantangan bagi KPK,” tambahnya.