OPINI

Kotaku Taklagi Indah Lestari

607
×

Kotaku Taklagi Indah Lestari

Sebarkan artikel ini

Rachmat Nst

Program pemulihan ekonomi setelah pandemi covid-19 dicanangkan adalah untuk mendorong kebangkitan gairah ekonomi rakyat. Ratusan pedagang kaki lima menyambut hal ini dengan memilih melakukan aktifitas berdagang untuk menopang kelangsungan hajat hidup keluarganya.

Modal untuk bertahan hidup serta desakan berbagai pembiayaan menjadi alasan sebahagian besar pelaku usaha perdagangan pusat keramaian dan jantung kota Gurindam.

Peraturan daerah dan seruan lokasi berdagang tidaklagi menjadi acuan menggelar tempat untuk berjualan. Lebih 600 lapak pedagang kaki lima telah menambah semakin tidak teraturnya struktur penataan kota.

Fenomema ini seharusnya menjadi konsentrasi perhatian Pemko Tanjungpinang dan Pemprov Kepri. “Penggunaan fasilitas umum untuk lokasi berdagang menyalahi aturan taklagi menjadi alasan untuk menjaga kelestarian, keindahan, tata kota baik dan teratur”.

Kota yang sudah beberapa kali mendapat Adipura ini kelihatan semakin sembraut, utamanya sepanjang jalan laman tugu sirih Kota Tanjungpinang, Provinsi Kepulauan Riau.

“Gerobak para pedagang, sisa bungkus makanan serta aroma yang tidak sedap menjadi kosumsi pengguna jalan diarea itu”.

Pemberian izin atau penggunaan taman gurindam sebagai lokasi berdagang terkesan dibiarkan tanpa kontrol dan pengawasan pihak terkait. Untuk saat ini penambahan jumlah pedagang sudah mencapai seberang jalan anjung cahaya.

Fenomena ini tentu akan berdampak pada tergangunya keindahan dan kelestarian kota. Bahkan sebahagian kawasan telah dijadikan sebagai area untuk memarkir kenderaan. Situasi ini tentu akan mengganggu keamanan dan kenyamanan pengguna jalan.

Peraturan daerah Pasal 1 nomor 15, peraturan daerah nomor 7 tahun 2018 tentang perubahan atas peraturan daerah nomor 5 tahun 2015 tentang ketertiban umum menerangkan Taman kota adalah sebidang tanah yang merupakan bagian dari ruang terbuka hijau kota yang mempunyai fungsi tertentu, ditata dengan serasi, lestari dengan menggunakan material tanaman, material buatan, dan unsur alam dan mampu menjadi areal penyerapan air.

Dalam peraturan daerah itu tidak serta merta dijelaskan bahwa taman kota boleh digunakan untuk berjualan dan atau berdagang. Jika alasan tolerasi dan upaya pembiaran terus dilakukan tanpa pengawasan disertai solusi pemerintah daerah, tentu akan berdampak buruk terhadap daerah itu sendiri.

Label penerima Adipura sebagai kota terbersih sungguh berbanding terbalik dengan semakin semberawut dan kotornya area tersebut. Saudara pemimpin negeri seharusnya saudara mampu mengambil langkah baik akan persoalan disana.

Ketua Lembaga Swadaya Masyatakat Hitam Putih Rahmad mengatakan prihatin melihat kondisi ini. Apakah ketidakmampuan mereka yang menerima upah dari APBD tidak memiliki kesanggupan menjaga kelesterian dan ketertiban umum secara baik?.

“Sekarang mereka saling lempar tanggung jawab. A mengatakan itu tanggungjawab B dan sebaliknya. Apabila kondisi ini terus dibiarkan, jangan salahkan masyarakat akan berprasangka buruk terhadap kerja dan kinerja kalian”.

0Shares

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

DAERAH

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatu.. Kepada seluruh Masyarakat Kepri dan…