REGIONAL NEWS.ID, TANJUNGPINANG – Salah satu pemandangan yang sering terlihat ketika menjelang lebaran adalah tradisi penukaran uang baru. Masyarakat yang melakukan penukaran uang baru di bulan Ramadhan ini tentu saja untuk digunakan pada saat lebaran.
Mereka menukarkan uang tersebut sebagai sangu atau angpao bagi saudara-saudara dan orang-orang yang bersilaturahim.
Melihat tradisi masyarakat yang wajib ada setiap Ramadhan menjelang lebaran ini, maka tidaklah heran jika bermuncullan jasa penukaran uang baru.
Terlebih kemunculan para penyedia jasa penukaran uang baru di tepi jalan disamping membantu bagi mereka yang membutuhkan, juga menimbulkan polemik. Polemik yang muncul adalah adanya sekelompok orang yang mengatakan ini sebagai praktik riba.
Nah pertanyaannya bagaimana status hukum jasa penukaran uang baru tersebut menurut syariat? Dikutip dari laman NU Online bahwa problem jasa penukaran uang baru cukuplah pelik.
Apabila ingin mengkaji hukum dari jasa penukaran uang baru ini, dapatlah dilihat dalam dua perspektif.
Pertama jika praktik jasa penukaran uang tersebut adalah uangnya, maka penukaran uang yang berkelebihan jumlah tertentu jelas haram. Haram karena hal ini masuk dalam ranah kategori riba.
Kedua jika praktif jasa penukaran uang tersebut adalah jasa dari orang yang menyediakan uang baru itu, maka penukaran uang baru yang berkelebihan jumlah tertentu tidaklah haram menurut syariat.
Hal ini karena jasa yang dilihat dalam penukaran uang baru masuk dalam ranah ijarah.
Sebenarnya ijarah merupakan jenis jual beli juga, namun disini produk jual belinya adalah jasa bukan barang. Oleh karena itu, dikarenakan ijarah sejenis jual beli maka praktik ini tidak masuk ranah riba.
Hal sebagaimana yang dijelaskan oleh Wakil Rais Aam PBNU KH. Afifuddin Muhajir dalam kitabnya Fathul Mujibil Qarib: والإجارة في الحقيقة بيع إلا أنها قابلة للتأقيت وأن المبيع فيها ليست عينا من الأعيان بل منفعة من المنافع إما منفعة عين وإما منفعة عمل
Artinya: Ijarah (sewa) sebenarnya adalah jual-beli, hanya bedanya ijarah menerima pembatasan tempo.
Produk pada ijarah bukan pada barang, tetapi manfaat (jasa) dari sebuah barang atau jasa dari sebuah tenaga (aktivitas). Demikianlah hukum jasa penukaran uang jelang lebaran yang bisa dijadikan acuan. (net)