REGIONAL NEWS.ID.TANJUNGPINANG – Jaksa Penuntut Umum (JPU) membacakan dakwaan terhadap Budi Susanto selaku Direktur PT Yeyen Bintan Permata (YBP), di Pengadilan Negeri Kelas 1A Tanjungpinang.
Dalam dakwaan yang di bacakan JPU Dinda Rahmadani S.H terungkap PT. YBP telah melakukan kegiatan pertambangan di kawasan hutan berstatus Hutan Produksi Terbatas (HPT) dan HTR.
ā€¯Seharusnya sebelum kegiatan pertambangan dilaksanakan lebih dulu ada permohonan dan izin pinjam pakai kawasan hutan, bahkan ijin Amdal di Desa Bakong dan Desa Tinjul tidak sesuai perijinan,” terang JPU.
Jaksa menguraikan Surat Izin Usaha Pertambangan tidak dapat diterbitkan tanpa adanya Izin Lingkungan. Pada rapat Bupati Lingga menegaskan PT. YBP harus menghentikan aktifitas pertambangannya, sambil menunggu kelengkapan Dokumen terkait perijinan.
Masih dalam dakwaaan jaksa, PT. Yeyen Bintan Permata pernah dilaporkan ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk menghentikan seluruh kegiatan pertambangannya, sebelum seluruh mekanisme perizinan diselesaikan. Waktu itu, terdakwa PT. YBP bersedia untuk menghentikan kegiatan pertambangan.
Ketika tim Polisi Kehutanan datang ke lokasi kegiatan pertambangan yang dilakukan oleh PT. YBP pada tanggal 21 September 2021 dalam rangka melakukan kegiatan Operasi Penambangan ilegal Dalam Kawasan Hutan di Provinsi Kepulauan Riau, tim masih menemukan sarana dan prasarana yang digunakan PT.YBP untuk kegiatan pertambangan.
Selanjutnya berdasarkan keterangan saksi Joko Wiyono Bin Sri Wahono menjelaskan bahwa berdasarkan Peta Tata Guna Hutan Kesepakatan (TGHK) sesuai Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 173/KPTS-II/1986 bahwa wilayah KP. PT YBP berada pada HTP dan HTR (bakau) terlebih dahulu wajib melakukan pengajuan pinjam pakai kawasan hutan ke Menteri Kehutanan sesuai dengan UU Nomor 41 tahun 1999 dan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.43/Menhut-II/2008 tentang Pedoman pinjam pakai kawasan hutan dan proses pembahasan dokumen AMDAL PT. Yeyen Bintan Permata tidak sesuai dengan prosedur.
Hal ini dapat diketahui dari berita acara Rapat Teknis Komisi Penilai Amdal Kabupaten Lingga Nomor : KPA/BA-TEKNIS ANDAL/I/2013/38 tanggal 29 Januari 2013 bahwa Pembahasan Amdal PT. Yeyen Bintan Permata tanpa adanya pembahasan Dokumen KA AMDAL terlebih dahulu.
Tidak ditemukannya Surat Kelayakan Lingkungan terhadap Rencana kegiatan Pertambangan Bijih Bauksit di Desa Bakong atau sekarang Desa Tinjul Kecamatan Singkep Barat Kabupaten Lingga yang dilakukan oleh PT YBP.
Kegiatan Pertambangan yang dilakukan PT. YBP yang berada dalam Kawasan Hutan Produksi Terbatas Sungai Gelam, Sungai Marok Tua, Tanjung Sembilang Di Desa Tinjul, Desa Bakong Kecamatan Singkep Barat, Kabupaten Lingga, Provinsi Kepulauan Riau mengakibatkan rusaknya kawasan hutan dan kerusakan terhadap tanah dan air.
Selain kerusakan hutan, aktifitas pertambangan yang dilakukan tanpa adanya kajian lingkungan, maka tidak ada rencana pengelolaan lingkungannya, sehingga dampak yang timbul seperti penurunan kualitas udara akibat debu dari aktifitas pengangkutan, penurunan kualitas air permukaan akibat aktifitas pekerja tidak terkelola dengan baik.
Izin Lingkungan saat ini berubah menjadi Persetujuan Lingkungan, yang akan terbit setelah memperoleh rekomendasi Amdal dari instansi Lingkungan Hidup. Rekomendasi Amdal dapat terbit jika Dokumen Amdal telah dibahas oleh Komisi Penilai Amdal. Artinya perusahaan wajib melakukan kajian lingkungan terhadap usaha yang akan mereka lakukan.
Kajian lingkungan tersebut sangat penting sebagai bentuk komitmen perusahaan dalam mengelola lingkungan. Selain itu Izin Lingkungan saat ini berubah menjadi Persetujuan Lingkungan wajib dimiliki sebagai syarat untuk mendapatkan izin berusaha. Kajian yang dilakukan sebelum diterbitkan izin bertujuan untuk meminimalisir dampak dari kegiatan atau usaha yang akan dilakukan.
Selanjutnya berdasarkan keterangan saksi Ahmadi S.Si Bin Gunari belum adanya pengesahan Amdal terhadap PT. Yeyen Bintan Permata yang melakukan pertambangan di dalam kawasan Hutan Desa Tinjul Kecamatan Singkep Barat Kebupaten Lingga.
Selain itu dalam dakwaan jaksa terungkap bahwa PT. YBP juga tidak memiliki SK Kelayakan Lingkungan Hidup (KLH), dengan demikian tidak memiliki Izin Lingkungan yang saat ini berubah menjadi Persetujuan Lingkungan. Sesuai dengan Pasal 1 angka 18 Undang-undang Nomor 3 tahun 2020 tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara bahwa konstruksi adalah kegiatan usaha pertambangan untuk melakukan pembangunan seluruh fasilitas operasi produksi, termasuk pengendalian dampak lingkungan. Sebagai contoh mobilisasi peralatan, pembangunan tromol, pembangunan gudang, pembangunan kolam pencucian.
Surat Keputusan Gubernur Kepulauan Riau Nomor: 1209/KPTS-18/I/2018 tanggal 22 Januari 2018 tentang Persetujuan Perpanjangan Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi Mineral Logam Bahan Galian Bauksit kepada PT. Yeyen Bintan Permata di Kabupaten Lingga melalui Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kepulauan Riau juga merupakan bentuk persetujuan perpanjangan izin usaha pertambangan kepada PT. Yeyen Bintan Permata.
Namun menurut saya berarti PT. Yeyen Bintan Permata belum dapat melakukan kegiatan Operasi Produksi sampai terpenuhinya kewajiban atributif yaitu mengangkat kepala tehnik tambang, persetujuan rencana kerja dan anggaran biaya tahun berjalan dari pemerintah sesuai kewenangannya dan mendapatkan perizinan lainnya yang berkaitan dengan pemanfaatan sarana penunjang dan atau lahan milik Negara.
Dinas Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Kepulauan Riau belum pernah mendapatkan salinan Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) PT YBP, dimana PT. YBP memiliki kewajiban menyampaikan salinan IPPKH kepada Pemerintah Daerah Provinsi Kepulauan Riau sebelum memulai kegiatan operasi produksi di dalam Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) yang dimana merupakan Kawasan Hutan. Sesuai Pasal 136 ayat (1) Undang-undang Nomor: 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara yang berbunyi : Pemegang IUP atau IUPK sebelum melakukan kegiatan Operasi Produksi wajib menyelesaikan hak atas tanah dengan pemegang hak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.
Mengingat sebagian WIUP PT. Yeyen Bintan Permata berada di dalam kawasan hutan, untuk dapat melaksanakan operasi produksi pada kawasan hutan PT. YBP wajib mendapatkan izin dari pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Perbuatan terdakwa diatur dan diancam pidana dalam Pasal 78 ayat (2) Undang-undang Republik Indonesia Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan sebagaimana telah diubah dalam Pasal 36 angka 19 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja Jo Pasal 50 ayat (3) huruf a Undang-undang Republik Indonesia Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan sebagaimana telah diubah dalam Pasal 36 angka 17 Pasal 50 ayat (2) huruf a Undang-undang Republik Indonesia Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
Terhadap dakwaan jaksa, tim pengacara terdakwa Budi Susanto menyatakan akan mengajukan keberatan (eksepsi) pada Selasa pekan depan.
Ironisnya, kendati sudah ditetapkan sebagai tersangka bahkan terdakwa, Direktur PT YBP Budi Susanto masih terlihat berkeliaran di beberapa tempat di Tanjungpinang. masyarakat menduga jaksa kekurangan kemampuan untuk menahan yang bersangkutan sesuai dengan yang dialami oleh beberapa terpidana lingkungan hidup lainnya. (R)