REGIONAL NEWS.ID, TANJUNGPINANG – Sejumlah sopir angkutan kota di Tanjungpinang mengeluh oleh karena penerapan pelayanan pendistribusian Pertalite menggunakan aplikasi QR Code. Khawatir kebijakan ini mengancam profesi mereka sebagai sopir.
“Penghasilan sebagai sopir angkot sangat minim. Kami hanya sopir bukan pemilik angkutan. Bayangkan kami harus mencari setoran, BBM dan biaya makan harian serta biaya hidup anak dan isteri kami dirumah,” ujar salah seorang sopir angkot.
Sopir angkot lain bernama Bujang mengaku syarat pendaftaran QR Code Pertalite pajak kenderaan harus hidup. Kondisi ini tentu akan membuat angkot yang sudah mati pajak tidak bisa mendaftar pada program pengendalian subsidi Pertalite.
“Kami berharap penerapan kebijakan ini juga harus melihat kondisi ekonomi para sopir angkot. Rata-rata angkot yang beroperasi di Tanjungpinang mati pajak,” kata Bujang, Ahad (15/9/2024).
Padahal dulu angkot menjadi transportasi primadona masyarakat Tanjungpinang, Sekarang angkot perlahan-lahan ditinggalkan karena banyak faktor.
Nasib sopir angkot sebenarnya sangat tragis, untuk berputar mencari penumpang kami harus membeli BBM botolan, terkadang penumpang belum dapat BBM kami sudah habis ditengah jalan.
“Anak isteri kami dirumah juga harus kami nafkahi, belum bayar kontrakan rumah atau kamaran, biaya sekolah dan belum lagi kalau kami sakit. Banyak persoalan hidup yang menyebabkan pajak angkot belum mampu dibayar,” ungkapnya.
Jangankan membayar pajak, kita makan saja susah. Kalau kita bayar pajak kita tidak bisa makan, apalagi menjadi supir sudah menjadi mata pencaharian kami selama puluhan tahun, sambungnya
Seharusnya kata dia, pemerintah setempat turut prihatin dan memberikan kami kelonggaran berusaha, kami hanya bertahan hidup. Seharusnya setiap ada razia para sopir angkot diberi kebebasan dan jangan dulu diharuskan untuk membayar pajak kenderaan.
“Kalau setiap ada razia, kami memohon agar angkot diberi kebabasan. Pemerintah seharusnya memaklumi kondisi kami para sopir,” ujarnya.
Selain itu, kami meminta pemerintah mencarikan solusi agar sopir angkutan kota di Tanjungpinang masih dibolehkan mendapat subsidi Pertalite.
“Hampir 200 unit angkot beroperasi di Tanjungpinang, dan rata-rata mati pajak. Semoga pemerintah memberikan kami solusi. Karena untuk terus bisa mencari nafkah kami terpaksa harus beralih ke BBM botolan yang jelas-jelas harga per liternya lebih mahal daripada di SPBU,” sebutnya.