REGIONAL NEWS.ID, JAKARTA – Praktik dugaan jual-beli surat suara disebut terjadi di Malaysia saat Pemilu 2024. Adalah Migrant CARE yang pertama kali mengungkap praktik ilegal itu dan melaporkannya ke Bawaslu pada pekan lalu.
Staf Migrant CARE, Muhammad Santosa menjelaskan, modus jual-beli surat suara adalah dengan memanfaatkan surat suara yang dikirimkan ke kotak pos di jalur tangga apartemen tanpa memberikannya kepada pemilih secara langsung.
“Misalkan saya sebagai yang penerima surat suara tersebut. Saya sering lalu-lalang di situ naik turun-naik turun, tetapi kan saya tidak tahu apakah saya mendapatkan kiriman surat suara pos atau tidak. Saya tidak pernah tahu,” kata Santosa di Gedung Bawaslu RI, Jakarta, Selasa pekan lalu.
Santosa kemudian menuturkan pedagang surat suara kemudian memanfaatkan ketidaktahuan pemilih. Pedagang surat suara itu, kata dia, memang sengaja mengincar kotak pos di sejumlah apartemen.
“Mereka memang sengaja mencari dari kotak pos satu ke kotak pos yang lainnya. Akhirnya dari satu, dua, sembilan, sepuluh, sampai terkumpul banyak. Nah, ketika mereka terkumpul banyak, mereka akan mengamankan di satu tempat,” ujarnya.
Setelah itu, lanjut dia, pedagang surat suara mencari peserta pemilu yang membutuhkan dan kemudian dijual dengan menggunakan mata uang Malaysia, ringgit.
“Jadi misalkan saya butuh seribu surat suara dari Malaysia. Si pedagang susu (surat suara) oke. ‘Saya kasih satu surat suara, dua puluh lima ringgit. Saya kasih satu surat suara, lima puluh ringgit,’ dan seterusnya, seperti itu,” tuturnya.
Oleh sebab itu, Staf Migrant CARE Trisna Dwi Yuni Aresta mengatakan bahwa pihaknya merekomendasikan kepada Bawaslu untuk menghapus metode pemungutan surat suara berbasis pos.
“Inilah yang menjadi fokus kami di tiap tahunnya. Dari tahun 2009, 2014, 2019. Dan sekarang rekomendasi kami kepada Bawaslu tetap, yakni adanya penghapusan metode pos karena memang pelaksanaanya tidak transparan,” kata Trisna.
Trisna menjelaskan, bahwa pemilih yang menggunakan pos tidak bisa melacak surat suara yang akan digunakan sudah berada di mana. “Itu tidak ada transparansi. Jadi nirpengawasan juga.
Itulah yang pada tahun ini, kali ini juga makin mencuat bahwa perdagangan surat suara dalam bentuk mengakumulasi surat suara yang berada di pos-pos itu kian nyata kita saksikan bersama,” ujarnya.
Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Kahfi Adlan Hafiz menilai, Bawaslu dan KPU perlu memperkuat koordinasi dengan Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Malaysia untuk penyelidikan dugaan praktik jual-beli suara pemilu.
Menurut dia, otoritas dari KBRI akan mempermudah proses penyelidikan di Malaysia dari mulai memeriksa proses pengiriman dan pencoblosan surat suara di tempat pemilihan suara.
Salah satu upaya yang bisa dilakukan yakni memeriksa pihak pengiriman surat yang melayani postal vote atau mengirim surat suara yang tercoblos lewat kantor pos.
“Sangat bisa untuk bisa bekerja sama dengan kantor pos di Malaysia yang kemudian memfasilitasi proses pemungutan melalui postal vote,” kata dia, Selasa (27/2/2024).
Selain itu, dengan bantuan KBRI pihak Bawaslu juga dapat dengan leluasa mengawasi proses pemungutan suara di setiap TPS. Dengan demikian, dia yakin potensi kecurangan pemilu di Malaysia ataupun di negara lain dapat diperkecil.
Ketua Bawaslu RI Rahmat Bagja mengatakan lembaganya masih menelusuri dugaan jual-beli surat suara Pemilu 2024 yang terjadi di Malaysia.
“Ini belum masuk ke penyidikan, tetapi masih dalam proses penelusuran,” kata Bagja di Gedung Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), Jakarta, Senin (26/2/2024).
Selain itu, Bagja menjelaskan bahwa saat ini Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu) sedang melakukan penyelidikan dan pemberkasan karena dugaan jual beli surat suara pemilu di Malaysia itu memiliki unsur pidana.
Kendati demikian, Bagja belum dapat memberikan informasi lebih rinci mengenai perkembangan kasus dugaan jual beli surat suara pemilu tersebut.
“Masih dalam penyelidikan, proses. Agak sulit kami memberitahu kepada teman-teman,” ujarnya.
Akan tetapi, Bagja menjelaskan, bahwa mulanya Bawaslu menelusuri video yang beredar mengenai dugaan terjadinya jual beli surat suara pemilu tersebut.
“Video yang beredar kemudian kita selidiki, kita telusuri kan. Ada yang menarik sih memang, tetapi nantilah. Ini kan masih dalam rangkaian,” tuturnya.
Direktur Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Bareskrim Polri, Brigjen Djuhandhani Rahardjo Puro mengatakan, jajarannya sedang mendalami dugaan tindak pidana jual beli suara di Kuala Lumpur, Malaysia. Pendalaman dilakukan dalam proses penyidikan atas kasus manipulasi daftar pemilih Pemilu 2024 di Kuala Lumpur.
“Nanti lebih lanjut kita akan pendalaman (kasus dugaan jual beli suara) di proses penyidikan (kasus manipulasi daftar pemilih) ini,” kata Djuhandhani saat konferensi pers di Kantor Bawaslu RI, Jakarta Pusat, Selasa (27/2/2024).
Djuhandhani menyebut, bisa saja kasus dugaan jual beli suara itu berkaitan dengan kasus manipulasi daftar pemilih. Hanya saja, dia belum mau mengungkapkan secara detail terkait pertalian kedua kasus tersebut.
“Mungkin (kedua kasus) itu juga berkaitan. Tentu saja ini sedang proses sidik, tentu tidak bisa saya sampaikan secara terbuka karena kita akan mendalami lebih lanjut,” kata jenderal polisi bintang satu itu.
Adapun, KPU telah menonaktifkan sebanyak tujuh orang panitia pemilihan luar negeri (PPLN) di Kuala Lumpur, Malaysia. Pelaksanaan pemungutan suara ulang (PSU) yang digelar di Kuala Lumpur mendatang akan diambil alih pelaksanaannya oleh KPU RI.
Ketua KPU Hasyim Asy’ari mengatakan, pengambilalihan pelaksanaan PSU di Kuala Lumpur untuk memastikan segala sesuatunya berjalan lancar. Pasalnya, banyak hal yang harus disiapkan untuk PSU di Kuala Lumpur, mulai sari surat suara, data pemilih, dan sebagainya.
“Jadi sudah diambil alih oleh KPU pusat. Tentu saja kita mendapat dukungan dari sekretariat PPLN di sana, yang difasilitasi oleh Kementerian Luar Negeri, dalam hal ini KBRI yang ada di Kuala lumpur,” kata dia saat konferensi pers di Media Center KPU RI, Jakarta Pusat, Selasa (27/2/2024).
Ia menyebutkan, terdapat dua komisioner KPU yang telah ditugaskan untuk melakukan PSU di Kuala Lumpur. Dua komisioner itu adalah Idham Holik dan Mochamad Afifuddin. Dua orang itu juga didampingi dengan tim Sekretariat Jenderal KPU dan anggota Bawaslu yang ada di Kuala Lumpur.
Ihwal penonaktifan tujuh PPLN di Kuala Lumpur, Hasyim mengatakan, pihaknya masih melakukan pemeriksaan terkait kisruhnya pelaksanaan pemilu di wilayah itu.
“Kami beri keputusan untuk berhentikan sementara karena sedang dalam proses pemeriksaan oleh KPU pusat,” kata dia.