REGIONAL NEWS.ID, JAKARTA – Langkah pertobatan seorang hamba kerap kali menemui jalan buntu. Di titik inilah, kerap yang bersangkutan merasa putus asa.
Padahal, menurut sejumlah para ahli hikmah (hukama) terdapat sejumlah tanda diterimanya tobatnya yang bisa diketahui secara kasat mata.
Syekh Muhammad Nawawi bin Umar al-Banteni dalam kitab Nashaihul Ibad menjelaskan pendapat hukama mengenai tanda-tanda diterimanya tobat seseorang oleh Allah SWT. Hukama yakni para ahli hikmah atau makrifat.
Sebagian hukama pernah ditanya, “Apakah seorang hamba mengetahui, diterima atau tidaknya tobat?”
Maka sebagian hukama menjawab, “Aku sendiri tidak tahu persis akan hal itu, tetapi masalah itu ada tanda-tandanya.”
“Di antara tanda-tandanya yaitu, pertama, mengetahuinya bahwa dirinya tidak dipelihara dari perbuatan maksiat. Kedua, mengetahui dalam hatinya tidak ada kegembiraan (sedikitpun), yang ada hanyalah kesedihan. Ketiga, ia mendekat kepada orang yang baik dan menjauhkan diri dari orang yang jahat.”
“Keempat, ia mengetahui bahwa dunia yang sedikit itu banyak dan menganggap amal akhirat yang banyak itu sedikit. Kelima, hatinya sibuk dengan perkara yang berkaitan dengan perintah Allah dan tenang dengan perkara yang dijamin oleh Allah baginya. Keenam, menjaga lisannya, senantiasa bertafakur dan sedih serta menyesal.” (Nashaihul Ibad, Syekh Nawawi al-Banteni)
Sebagian ahli hukama berpendapat bahwa tanda-tanda diterimanya sebuah pertobatan oleh Allah SWT itu ada enam perkara.
Pertama, beranggapan bahwa dirinya tidak dilindungi oleh Allah SWT dari perbuatan dosa. Kedua, hatinya jauh dari rasa gembira, yang ada di hatinya hanyalah kesedihan.
Ketiga, mendekati orang-orang yang baik dan menjauhi orang-orang yang buruk (budi pekertinya), karena takut ke dalam perbuatan maksiat.
Keempat, ia memandang rezeki dari Allah SWT itu banyak, lalu dia mengambil sebagiannya sekedar untuk memenuhi kebutuhannya. Ia beranggapan bahwa amal shaleh hanyalah sedikit, sehingga ia berusaha untuk menambahnya terus.
Kelima, hatinya selalu disibukkan dengan apa yang diwajibkan oleh Allah SWT. Tapi tidak pernah dipusingkan oleh masalah rezeki, karena merasa sudah dijamin oleh Allah SWT. Keenam, selalu memelihara lisannya (dari perkataan yang buruk).
Dalam hal ini, Nabi Muhammad SAW bersabda, sebagaimana yang telah diriwayatkan oleh Imam Baihaqi sebagai berikut:
“Amal perbuatan yang paling dicintai oleh Allah adalah memelihara lisan.”
Ibnu Nashr juga telah meriwayatkan dari jalan lain bahwa Rasulullah SAW bersabda yang artinya sebagai berikut:
“Sesungguhnya manusia yang paling banyak dosanya pada hari kiamat (nanti), adalah orang yang paling banyak membicarakan perkara yang tidak ada manfaatnya.”
Adapun mengenai memikirkan dan menghayati keagungan Allah, Rasulullah SAW bersabda yang artinya sebagai berikut. “Berpikir tentang keagungan Allah, surga dan neraka-Nya, selama satu jam itu lebih baik daripada sholat sunnah di malam hari.”