REGIONAL NEWS.ID, TANJUNGPINANG – Lembaga Adat Kesultanan Riau Lingga (LAKRL) bersama komunitas Suku Laut mendatangi Kantor Gubernur Kepri untuk meminta membahas dan mempersiapkan Peraturan Daerah tentang status wilayah Tanah Adat si Kepulauan Riau.
Dalam pertemuan waktu itu, Gubernur berjanji akan mengakomodir keinginan masyarakat adat membuat Peraturan Daerah tentang Status dan Wilayah Tanah Adat di Kepri,” kata Juru Bicara LAKRL, Said Ubaydillah. Selasa, 23 Mei 2023.
”Setelah beberapa pertemuan, kami kembali datang untuk bertemu Gubernur Kepri Ansar Ahmad guna membahas beberapa hal terkait Perda tanah ulayat”.
Pertemuan kami dengan Gubernur Ansar, seharusnya dilaksakan Senin, 22/5/2023, namun gagal dilakukan. Akibat pembatalan ini, puluhan pimpinan, anggota LAKRL dan perwakilan Suku Laut mengaku kecewa.
”Kami patut curiga dan perlu bertanya, apakah Gubernur Ansar masih berpihak terhadap masyarakat adat, atau berpihak pada sekelompok penguasa yang telah mengabaikan penataan wilayah dan tanah adat karena kepentingan pribadi dan kelompok,” tutur Said Ubaydillah.
Pembatalan jadwal pertemuan waktu itu menyebabkan rombongan berniat hendak menginap di Kantor Gubernur Kepri sampai Gubernur Ansar bersedia menerima kedatangan mereka.
”Sia-sia kami tinggalkan rumah dan anak bini jika tidak ada kepastian dari pemerintah, apakah keinginan kami untuk menata kehidupan masyarakat adat bisa tercapai atau tidak,” kata Said Ubaydillah.
Turut hadir dalam rombongan, Gerisman, salah seorang tokoh adat di Pulau Rempang dan Galang, yang menolak relokasi masuknya perusahaan raksasa PT Makmur Elok Graha (MEG) belum lama ini.
”Kami turut prihatin dengan pemerintahan daerah kita yang tidak memihak pada masyarakat adat, hampir semua pembangunan yang membutuhkan lahan dan wilayah, tidak ditata dengan prinsip adat istiadat, khususnya adat Melayu,” ujar Gerisman.
Kehadiran puluhan pengurus dan anggota LAKRL dipimpin langsung Tengku Fuad, serta seorang tokoh wanita LAKRL, Emi. Hingga siang harinya, ketegangan sempat terjadi antara LAKRL dengan petugas, karena ketidakpastian jadwal bertemu Gubernur Ansar.
Padahal, beberapa menit sebelum rombongan LAKRL tiba di kantor Gubernur, Ansar Ahmad terlihat masih memimpin pertemuan dengan Ramadhan Sananta, pemain sepak bola asal Kepri yang berhasil di SEA Games 2023.
Abdul Hamid, salah seorang anggota rombongan LAKRL memyampaikan jika pihak mereka diterima oleh Asisten II Bidang Administrasi Perekonomian dan Pembangunan Pemprov Kepri, Luki Zaiman Prawira.
Kami diterima di ruang rapat Sekretariat Daerah (Setda) Kepri, didampingi oleh Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Kepulauan Riau Said Sudrajad, dan Kepala Biro Hukum Kuntum Purnomo.
Dalam dialog antara rombongan pengurus dan anggota LAKRL serta perwakilan Suku Laut, sempat terjadi perbedaan pendapat tentang Perda Status dan Wilayah Tanah Adat yang akan dihasilkan.
Luki memaparkan besarnya perhatian Gubernur Ansar Ahmad terhadap para nelayan dan suku laut, sehingga membangun ratusan rumah, serta memberikan sertifikat gratis.
”Bukan itu yang kami maksud, kami tidak bicara soal program, kami minta pemerintah harus membuat dasar hukum pengelolaan wilayah tanah adat,” ujar Emi.
‘Siapa saja bisa datang ke Kepri dan hidup di wilayah ini. Tetapi masyarakat adat yang hidup dengan cara tradisional, harus dilindungi. Bukan itu saja, sumber daya alam serta wilayah adat sudah semakin rusak akibat tidak adanya aturan yang mengacu pada adat istiadat.
Kami ini Melayu, dan Melayu Riau Lingga. Kami tidak akan membiarkan semua pengelolaan wilayah didasarkan pada keinginan pengusaha. Di sini ada masyarakat adat yang memiliki hak-hak khusus sebagai masyarakat adat. Harus ada hukum yang melindungi masyarakat adat,” ujar Emi tegas.
Pertemuan antara Pejabat Pemprov Kepri dengan rombongan LAKRL dan Suku Laut akhirnya menemui kata sepakat. Saat itu, Luki Zaiman Prawira menyetujui usulan LAKRL untuk segera membentuk Tim Penyusunan Peraturan Daerah tentang Status dan Wilayah Tanah Adat di Kepulauan Riau.
‘Saya minta biro hukum segera menyusun rencana pembentukan Tim Perumus Perda. Siapa yang akan terlibat di dalamnya, yakni yang memahami proses pembentukan peraturan daerah, serta yang memiliki wawasan masyarakat hukum adat,” kata Luki.
Menurut Luki, Tim Penyusunan Perda Tanah Adat ini membutuhkan waktu, mulai dari menyusun dasar-dasar pembuatan perda, membuat rencana kerja, hingga mempersiapkan anggaran.
”Sebagaimana kita ketahui, dalam setiap kegiatan yang melibatkan banyak pihak, tentu memerlukan anggaran. Anggaran harus diajukan agar bisa dimasukkan dalam APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah). Semua langkah-langkah tersebut bisa dijalani jika kita bekerjasama,” ujar Luki.
Dalam pemaparan tim hukum LAKRL, ruang lingkup Peraturan Daerah tentang Status dan Wilayah Tanah Adat di Kepulauan Riau yang akan dibahas dan disahkan itu, mencakup: (a) Keberadaan, (b) Penetapan, (c) Pengelolaan, (d) Kewajiban, (e) Penyelesaian sengketa hak ulayat masyarakat hukum adat dan atau hak perorangan warga masyarakat hukum adat atas tanah dan (f) Pembiayaan.
LAKRL pun meminta Pemerintah Daerah mengakui keberadaan hak ulayat masyarakat hukum adat dan atau hak perorangan warga masyarakat hukum adat atas tanah. Dan pengakuan terhadap hak ulayat masyarakat hukum adat dan atau hak perorangan warga masyarakat hukum adat atas tanah harus didasarkan atas hasil penelitian.