REGIONAL NEWS.ID, TANJUNGPINANG – Berdasarkan keterangan Nakhoda MV. Lintas Kepri yang diterima regionalnews.id, Ahad 05 Februari 2023, telah terjadi perselisihan hubungan industrial antara 7 Anak Buah Kapal (ABK) dengan managemen Badan Usaha Pelabuhan (BUP) Kepri beberapa waktu lalu.
Salah seorang Nakhoda bernama Kornel menceritakan ikhwal PHK yang diterima pihaknya. Kami dipanggil ke kantor BUP untuk membahas perubahan Tugas Pokok dan Fungsi (Tupoksi) masing-masing diatas kapal.
“Sebelum persoalan ini mencuat, Nakhoda pertama MV. Lintas Kepri juga mengundurkan diri karena persoalan diatas kapal. bahkan setelah PHK tertanggal 31 Januari 2023 lalu, salah seorang crew kapal ada yang kembali diajak bekerja diatas kapal,” ujar Kornel.
Ia menyampaikan soal besaran gaji yang kami terima juga jauh dari kata upah minimum, bahkan gaji yang kami terima sempat di potong dengan alasan untuk membantu biaya perbaikan kapal dan alasan lainnya.
Kami berharap managemen BUP Kepri segera merealisasikan hak-hak kami sebagai pekerja, baik itu soal gaji dan pesangon, pasca keputusan PHK sepihak diambil managemen perusahaan terhadap kami, imbuhnya.
“Untuk menemukan solusi dan mendapatkan hak kami sebagai pekerja, kami telah konsultasi dengan praktisi hukum, termasuk berkoordinasi dengan Dinas Tenaga Kerja Provinsi Kepri,”jelas Kornel.
Sementara itu, Praktisi Hukum Kota Tanjungpinang, Agus Riyantoro mengatakan, setelah membaca dan mencermati, alasan kapal tidak jalan karena tidak adanya trayek hanyalah trik managemen untuk mengeluarkan orang lama.
“Jangan karena masalah internal perusahaan masyarakat dikorbankan. Mohon maaf, kalau saya baca ini semacam siasat managemen perusahaan untuk mengeluarkan orang yang sudah lama bekerja dan menggantinya dengan orang baru,” tandasnya.
Menurutnya, PHK dalam ketentuan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (UU PPHI, Pasal 1 ayat 1). Bahwa perselisihan pemutusan hubungan kerja adalah perselisihan yang timbul karena tidak adanya kesesuaian pendapat mengenai pengakhiran hubungan kerja yang dilakukan oleh salah satu pihak (UU PPHI, Pasal 1 ayat 4).
Dalam konteks perselisihan awak kapal, secara khusus, Menteri Perhubungan melalui Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 59 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Usaha Jasa Terkait Dengan Angkutan di Perairan “PM 59/2021” juga telah mengatur proses atau tahapan dalam penyelesaian perselisihan awak kapal dengan pengusaha.
Dalam PM 59/2021, Pasal 122 menyatakan bahwa, Perusahaan Keagenan Awak Kapal wajib menyelesaikan perselisihan yang timbul antara Pelaut dengan pemilik Kapal atau kuasanya, atau Pelaut dengan Perusahaan keagenan Awak Kapal secara musyawarah.
Dalam hal penyelesaian perselisihan secara musyawarah tidak dapat diselesaikan, maka penyelesaian perselisihan dilakukan melalui pengadilan hubungan industrial atau di luar pengadilan dengan berpedoman pada PKL yang telah ditandatangani oleh para pihak dan dokumen pendukung lainnya. “Setelah di PHK awak kapal berhak menerima pesangon,” sambungnya.
Secara khusus, hak pesangon awak kapal di atur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2000 tentang Kepelautan “PP Kepelautan”, dimana hal itu (pesangon) sesuai Pasal 27 dijelaskan bahwa “(1) Apabila terjadi pemutusan hubungan kerja oleh pengusaha angkutan di perairan karena kapal musnah atau tenggelam, pengusaha angkutan di perairan wajib membayar pesangon kepada awak kapal yang bersangkutan sebesar 2 (dua) kali penghasilan bulan terakhir dan hak lainnya sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
“Kemudian pada point (2) dijelaskan, apabila terjadi pemutusan hubungan kerja oleh pengusaha angkutan di perairan karena kapal dianggurkan, atau dijual, pengusaha angkutan di perairan wajib membayar pesangon kepada awak kapal sesuai peraturan perundang- undangan yang berlaku.”
Selain hak pesangon sesuai ketentuan yang diatur secara khusus dalam PP Kepelautan, juga terdapat hak-hak lainnya secara umum bagi awak kapal yang di PHK oleh pengusaha sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Ketentuan tersebut di atas mengacu pada ketentuan yang di atur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran “UU Pelayaran”, BAB XX, Ketentuan lain-lain, Pasal 337 yang menyatakan bahwa “Ketentuan ketenagakerjaan di bidang pelayaran dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan.”
Dalam hal ini, salah satunya adalah hak-hak awak kapal secara umum terhadap permasalahan PHK yang di atur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. “UU Ketenagakerjaan” dan aturan turunannya, misalnya seperti hak atas uang penghargaan masa kerja “UPMK” dan hak atas uang penggantian hak “UPH”. tandasnya.
Hingga berita ini dirilis, terkait permasalahan ini, belum diterima informasi dan keterangan managemen maupun dirut PT. Pelabuhan Kepri sebagai badan pengelola MV. Lintas Kepri