DAERAH

September 2022, BPS Catat Angka Kemiskinan Kepri Terendah Keenam Nasional

142
×

September 2022, BPS Catat Angka Kemiskinan Kepri Terendah Keenam Nasional

Sebarkan artikel ini
BPS mencatat per bulan September 2022 angka kemiskinan Kepru urutan keenam nasional (Foto ilustrasi)

REGIONAL NEWS.ID, TANJUNGPINANG – Angka kemiskinan di Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) pada perhitungan Badan Pusat Statistik (BPS) di Bulan September 2022 menempati urutan terendah keenam secara nasional dan berada di bawah angka rata-rata kemiskinan nasional.

Berdasarkan berita resmi statistik yang dikeluarkan oleh BPS Kepri pada Senin, 16 Januari 2023, persentase penduduk miskin di Kepri pada September 2022 sebesar 6,03 persen, menurun 0,21 persen poin dibanding Maret 2022 yang sebesar 6,24 persen.

Angka tersebut di bawah angka kemiskinan nasional yang sebesar 9,57 persen. Jumlah penduduk miskin di Kepri pada September 2022 sebesar 148,89 ribu orang, turun 2,79 ribu orang terhadap Maret 2022.

Untuk diketahui, BPS melakukan perhitungan kemiskinan dua kali dalam setahun di Bulan Maret dan September. Untuk mengukur kemiskinan, BPS menggunakan konsep kebutuhan dasar (basic needs approach).

Dengan pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur menurut garis kemiskinan (makanan dan bukan makanan).

Selain itu, angka Gini Ratio di Provinsi Kepri pada Bulan September sebesar 0,325. Menurun 0,017 poin dibandingkan Maret 2022 sebesar 0,342, artinya ketimpangan pengeluaran menurun pada periode September 2022.

Asisten II Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kepri Bidang Ekonomi Pembangunan Luki Zaiman Prawira mengungkapkan, bahwa Gubernur Provinsi Kepri Ansar Ahmad, menggandeng seluruh tangan Pemerintah Kabupaten dan Kota di Kepri untuk melakukan kerja bersama menekan angka kemiskinan.

“Pemprov Kepri terus tanggulangi kemiskinan dengan pengendalian inflasi melalui operasi pasar, kita juga terus berikan perlindungan sosial melalui bansos, ada juga subsidi bunga UMKM dan bantuan transportasi laut untuk siswa,” ungkap Luki.

Sejalan dengan penyaluran bantuan sosial (bansos), penciptaan lapangan kerja yang layak, serta perbaikan standar pengupahan, dibutuhkan untuk memperkuat daya beli masyarakat dalam menyambut ketidakpastian ekonomi ke depan.

Peningkatan level pendapatan masyarakat pada dasarnya bisa membantu menurunkan kemiskinan atau mencegah munculnya orang miskin baru.

Meski demikian, upaya perbaikan pendapatan itu lebih dibutuhkan di sektor informal ketimbang formal. Sebab, jumlah orang miskin yang bekerja di sektor informal lebih banyak.

Seiring dengan itu, upaya untuk mengendalikan inflasi agar tetap stabil dan rendah serta kebijakan perlindungan sosial yang berkelanjutan harus terus dijalankan sebagai bantalan sosial bagi warga rentan.

“Dibandingkan upah minimum yang berlaku di sektor formal, kebijakan yang fokus pada sektor informal akan memberi dampak lebih berarti, seperti bantuan bagi usaha mikro dan kecil atau bantuan bagi petani dan nelayan,” kata Luki.

Ke depan, untuk menjaga daya beli dan konsumsi masyarakat miskin dan rentan, pemerintah akan terus melanjutkan program bansos serta menjalankan program pemberdayaan masyarakat.

0Shares

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *