REGIONAL NEWS.ID, TANJUNGPINANG – Gerakan Masyarakat Perangi Korupsi (GMPK) mengaku telah menerima sejumlah pengaduan melalui email resmi GMPK Kepri terkait dugaan manipulasi harga pengadaan baju kurung melayu di Kantor Inspektorat, Provinsi Kepulauan Riau.
Beberapa bulan lalu, GMPK menyebut BPK RI Cabang Kepulauan Riau juga merilis tentang adanya dugaan temuan SPPD Fiktif di lingkungan Inspektorat Kepri.
“Temuan serupa namun beda pelaksanaan pekerjaan terulang kembali di mata anggaran tahun 2022, dimana kegiatan yang sudah berjalan serta dikerjakan oleh Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD),” beber Ketua GMPK Rosyidi, Senin (29/8/2022).
Kami telah menerima pengaduan dugaan mark up pengadaan baju kurung melayu, songket, tanjak hingga bordir serta menemukan kejanggalan dalam proses penunjukan pelaksana pekerjaan, ujarnya.
“Harga satuan diduga di mark up mencapai Rp1,2 juta per satu stel baju kurung, bahkan tidak sebanding dengan harga sebenarnya,” kata dia.
Berdasarkan rangkuman investigasi yang dilansir dari laman Sidaknews.com dari berbagai sumber Aparatur Sipil Negara (ASN) di Inspektorat Kepri dan informasi yang berkembang di ruang publik, dimana telah terjadi dugaan mark up harga yang tidak sesuai dengan spesifikasi pekerjaan.
Sidaknews.com juga merinci informasi yang berasal dari beberapa ASN yang merahasiakan identitasnya menyebutkan bahwa mereka telah membuat risalah pengaduan melalui email resmi gmpkkepri.
Sementara Ketua GMPK Kepulauan Riau membenarkan adanya pengaduan masyarakat tentang dugaan manipulasi harga pengadaan baju kurung, songket, bordir dan kejanggalan penunjukan pelaksana pekerjaan di inspektorat kepri.
Rosyidi menambahkan berdasarkan aduan sumber, kita melakukan pengumpulan bahan dan keterangan serta data, termasuk melaksanakan investigas di lapangan. Dari Hasil investigasi kami juga telah menemukan sejumlah kejanggalan pada kegiatan pengadaan seragam melayu tersebut.
“Kami menduga telah terjadi permainan peningkatan harga dalam satu barang bila di bandingkan dengan barang yang sama apple to apple, dan kita juga tidak boleh mebandingkan barang yang diadakan dengan barang yang berbeda,” tuturnya.
Selain itu, Rosyidi menyebut pihaknya telah mengantongi sample berupa bahan/baju, songket, tanjak, sisa potongan kain dari salah satu penjahit dimana seragam tersebut di pesan.
“Terkait bahan kain yang digunakan adalah merk baroteli bordiran yang sudah jadi (bukan bordiran seperti kita membordir) yang mereka beli di salah satu toko di Pekan Baru. Bahkan salah satu pengurus kita berangkat ke Pekan untuk berkordinasi dengan DPD GMPK Riau yang ada di Pekan Baru, untuk mendapatkan informasi dengan membawa sample dari Tanjungpinang,” jelasnya.
Lanjut Rosyidi, selama di Pekan Baru kami juga telah menemukan toko dimana bahan baju kurung melayu untuk inspektorat kepri diadakan. Bahan pembuat baju kurung untuk inspektorat juga kami beli di toko tersebut.
“Kami mencoba membeli bahan yang sama beberapa meter, dengan harga Rp20 ribu per meter, namun kata pihak toko jika oembelian bahan kain dilakukan dengan jumlah meteran sampai ratusan meter, maka pemesan dapat potonga harga hingga Rp2.000 (dua ribu rupiah) per meter,” kata dia.
Kita juga membuat baju dengan bahan dan model yang sama seperti yang diterima para ASN di inspektorat kepri dengan upah jahit sebesar Rp270 ribu (dua ratus tujuh puluh ribu rupiah) per satu stelnya, diluar harga songket dan tanjak.
Untuk menemukan kebenaran kata Rosyidi, pihaknya juga membeli songket dan tanjak dimana Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) memesan/membeli barang yang sama dengan harga Rp.100 ribu.
“Kalau kita totalkan harga untuk 1 stel lengkap dengan songket, tanjak dan upah bordir hanya Rp530.000. (lima ratus tiga puluh ribu rupiah), sedangkan harga yang dibayarkan Rp.1.065.000, setelah di potong pajak, diduga telah terjadi mark up harga seragam 50 persen lebih,” terangnya.
Kita juga telah memperoleh informasi dari penjahit, dimana yang bersangkutan mengatakan mereka hanya memesan jahitan 60 stel seragam saja, sedangkan sisanya belum di jahit karena belum di ukur, artinya secara kontrak belum selesai 100 persen, tapi pembayaran sudah dilakukan 100 persen pada tanggal 9 Agustus 2022 lalu, ujar Rosyidi.
Hingga berita ini di rilis belum di peroleh perimbangan informasi dari kantor Inspektorat Provinsi Kepulauan Riau.
PENULIS: RIFKY
EDITOR: REDAKSI