Oleh: Dr Rusma Noortyani MPd Dosen FKIP ULM/Ketua Yayasan Nur Amalia
Pengalaman dalam mengonsumsi isi media dapat menjadi sebuah landasan untuk mengembangkan kemampuan literasi dalam menentukan pilihan. Cerdas dan cermat dalam memilih isi media bisa sebagai pendidikan politik pada masyarakat.
Masyarakat dengan tingkat literasi medianya tinggi dipandang mampu untuk menyeleksi tayangan yang akan ditonton. Citra positif di media akan memperkuat pilihan atau bahkan dapat mengubah pilihan dari partai yang satu ke partai yang lain (Marijan, 2010).
Perkembangan media ikut berperan besar dalam memengaruhi pilihan politik masyarakat. Perilaku pemilih pun sudah mulai merujuk pada rekam jejak, program, isu politik, dan visi misi kandidat.
Ada berbagai pendekatan dalam studi perilaku pemilih yang berkembang dalam tiga aliran utama, yaitu pendekatan sosiologis, pendekatan sosial psikologis, dan pendekatan ekonomis.
Pendekatan sosiologis manjadi pendekatan model paling awal dalam tradisi studi perilaku pemilih. Pendekatan ini cenderung menempatkan kegiatan memilih dalam kaitan dengan konteks sosial.
Secara eksplisit pemilih dalam menentukan pilihannya dipengaruhi latar belakang demografi dan sosio-ekonomi, seperti jenis kelamin, tempat tinggal (kota-desa), pekerjaan, kelas, pendapatan, dan agama (Surbakti, 2010).
Pendekatan sosial psikologis berhubungan dengan penekanan lebih pada individu pemilih. Perilaku pemilih bergantung pada sosialisasi politik lingkungan yang mengerumuni diri pemilih. Dengan perkataan lain, setiap individu akan tertarik pada suatu hal atau seseorang yang memiliki sistem nilai dan keyakinan yang sama terhadap dirinya. Hal ini mengarah pada semakin meningkat rasa saling tertarik pemilih terhadap kandidat yang akan dipilihnya.
Pendekatan ekonomis berkaitan dengan pemilih akan memilih pilihan yang memberi keuntungan paling besar pada diri. Pemilih diasumsikan mempertimbangkan segala pilihan yang ada, seperti setiap kandidat yang ada, setiap parpol yang ada, dan setiap kebijakan yang ada. Selanjutnya dilihat juga pada untung atau ruginya bagi individu pemilih. Akhirnya pemilih akan memilih yang memberi keuntungan paling besar dan kerugian paling kecil bagi diri.
Pendekatan-pendekatan di atas dapat menjadi literasi dalam penentuan pilihan. Selain itu, Newman (1999) mengembangkan lima faktor yang memengaruhi perilaku pemilih.
Pertama, isu-isu politik, yaitu seperangkat isu-isu politik yang merepresentasikan kebijakan dan janji kandidat jika terpilih kemudian.
Kedua, imajinasi sosial, yaitu seperangkat imajinasi sosial yang merepresentasikan stereotipe kandidat dalam mempertimbangkan pemilih dengan membuat asosiasi antara kandidat dan segmen yang terseleksi di masyarakat.
Ketiga, personalitas kandidat, yaitu seperangkat personalitas kandidat merepresentasikan penggunaan imajinasi dengan cara yang berbeda. Artinya kandidat menekankan jejak personalitasnya untuk membangun citra di kalangan pemilih.
Keempat, berbagai kemungkinan situasi yang tidak terduga, yaitu seperangkat berbagai kemungkinan yang tidak terduga merepresentasikan dimensi persepsi pemilih yang mudah digerakkan oleh hypotical events yang selama kampanye dibujuk untuk mempercayainya.
Kelima, nilai-nilai dasar yang berpengaruh, yaitu merepresentasikan dimensi yang memancing rasa ingin tahu pemilih dalam memilih kandidat.
Upaya untuk meningkatkan pengaruh positif dari media diperlukan pembekalan literasi. Literasi media ditunjukkan dengan cara memiliki kemampuan dalam memilih, memfilter, menyeleksi, dan menetapkan isi media yang ramah politik. Pembekalan literasi media ini diharapkan dapat merintis kesadaran kritis sewaktu mengakses media, sehingga dapat bersikap tepat serta proporsional dalam menentukan pilihan.(syatkmf/net)