Oleh : Suyono Saeran
Daerah perbatasan dan pulau selalu dihadapkan pada persoalan disparitas harga, kelangkaan bahan baku dan terkadang fluktuasi harga yang tidak menentu. Persoalan ini jauh berbeda bila dibandingkan dengan daerah daratan dan pusat-pusat kota yang soal harga dan stok barang cenderung stabil.
Pemerintah melalui berbagai kebijakan secara serius memberikan perhatian agar persoalan disparitas harga dan kelangkaan bahan baku, terutama bahan pokok yang dibutuhkan oleh masyarakat, tidak menjadi benang kusut yang tanpa penyelesaian.
Secara factual, persoalan disparitas harga barang memang sangat dirasakan oleh masyarakat yang tinggal di daerah perbatasan dan pulau-pulau. Contoh paling nyata adalah persoalan harga kebutuhan pokok seperti beras, cabai merah, bawang merah, bawang putih dan sebagainya.
Harga kebutuhan barang lainnya juga mengalami persoalan yang sama. Harga cabe rawit merah, misalnya. Standar penetapan harga cabe rawit merah per kilo gram secara nasional yang ditetapkan oleh Kementerian Perdagangan RI sebesar Rp 85.000,00.
Standar harga cabe rawit merah yang ditetapkan oleh Kementerian Perdagangan tersebut, ternyata tidak berlaku di pasar-pasar tradisional di daerah-daerah perbatasan seperti Kepulauan Riau, Papua, Jambi dan Bangka Belitung.
Karena fakta di lapangan harga cabe rawit merah di daerah-daerah tersebut saat ini sudah mencapai kisaran Rp 90.000,00 sampai dengan Rp 130.000 per kilo gram. Begitu juga dengan harga kebutuhan pokok lainnya yang saat ini terdapat disparitas harga yang cukup jauh antara harga yang ditetapkan secara nasional dengan harga yang ditetapkan oleh daerah.
Harga semen di Papua bahkan bisa mencapai satu juta rupiah per sak padahal standar harga semen yang ditetapkan pemerintah hanya berkisar Rp 70.000,- per sak. Disparitas harga ini tidak hanya pada persoalan barang kebutuhan pokok semata tetapi juga menyangkut bahan bangunan, otomotif, garment dan lainnya.
Disparitas terjadi apabila harga yang ditetapkan jauh lebih tinggi dibanding harga rata-rata yang ditetapkan oleh pemerintah. Persoalan yang selalu menjadi pemicu adanya disparitas harga antara daerah perbatasan dengan daerah lainnya disebabkan oleh banyak faktor seperti tingginya biaya transportasi karena daerah perbatasan jaraknya cukup jauh dari sentra-sentra produksi barang-barang tersebut.
Dari sisi hukum ekonomi, harga selalu ditentukan oleh pasar. Semakin tinggi permintaan pasar, semakin tinggi harga barang. Disinilah diperlukan yang namanya keseimbangan dalam sistem ekonomi.
Persoalan lain yang menjadi penyebab utama munculnya disparitas harga juga disebabkan oleh stok barang yang terbatas dikarenakan gagal panen atau gagal produksi, rantai distribusi yang panjang dan permainan para spekulan yang sengaja menumpuk barang.
Dari pengamatan soal kenaikan harga cabe rawit yang sangat tinggi di pasar-pasar tradisional Kepulauan Riau, peran distributor memegang peranan penting dalam soal ketersediaan stok dan turun naiknya harga cabe rawit.
Kepulauan Riau merupakan sebuah daerah yang masuk dalam kategori bukan penghasil cabe rawit. Artinya, hampir seluruh stok cabe rawit yang masuk ke pasar-pasar tradisional lebih banyak didatangkan dari daerah luar seperti Jawa, Sumatera dan Jambi.
Pihak distributorlah yang mensuplai kebutuhan cabe rawit bagi masyarakat Kepulauan Riau. Mengingat stok cabe rawit sebagian besar didatangkan dari luar daerah, maka diperlukan sistem manajemen distribusi yang baik sehingga pasokan lancar dengan lead time yang normal sehingga cabe rawit sampai ke pasar tepat waktu.
Sistem manajemen distribusi yang baik juga menghindari adanya kelangkaan barang dan kenaikan harga yang tidak terkontrol. Untuk itu perlu diperhatikan beberapa faktor yang mempengaruhi sistem manajemen distribusi yang baik seperti model saluran distribusi, infrastruktur transportasi, moda transportasi, pelabuhan, prosedur administrasi dan sebagainya.
Jangan sampai karena sistem distribusi yang tidak baik menjadi penyebab terhadinya fluktuasi, bahkan kecenderungan kenaikan harga cabe rawit dan kebutuhan pokok lainnya. Karena fluktuasi harga kebutuhan pokok selalu berimbas pada tingginya angka inflasi suatu daerah yang efeknya tentu pada stabilitas ekonomi di daerah tersebut.
Sistem logistik yang modren juga perlu dibangun. Keberadaan logistik yang terintegrasi secara langsung dengan pihak produsen dan distributor akan membantu stabilisasi produsen dalam memproduksi barang. Karena kecenderungan perilaku produsen adalah menjual seluruh barang yang mereka produksi dan secepatnya, sehingga dapat kembali memproduksi barang atau bahan untuk memenuhi kebutuhan pasar.
Disisi lain, kemajuan dunia informasi teknologi juga harus memegang peranan penting dalam sistem pengontrolan harga kebutuhan pokok. Kemajuan teknologi informasi sebisa mungkin dimanfaatkan untuk lebih mendekatkan antara pasar penawaran dan pasar permintaan kebutuhan pokok, sehingga disparitas harga kebutuhan pokok bisa di minimalisir.
Tidak hanya itu, dengan kemajuan teknologi informasi bisa dipetakan daerah-daerah sentra produksi dan masa produksi, yang bertujuan untuk menjaga stabilitas produksi kebutuhan pokok yang diperlukan masyarakat.
Dengan pemetaan sentra produksi, maka masa tanam akan bisa diatur, masa panen, jumlah produksi dan juga untuk memetakan daerah penghasil terdekat yang dapat mensuplai kebutuhan pokok bagi daerah yang bukan penghasil, sehingga jalur distribusi tidak menyita waktu lama dan biaya yang tinggi.
Penetapan Harga Tunggal
Dibeberapa negara maju, upaya untuk menjaga stabilitas stok dan harga kebutuhan pokok dengan menggunakan sistem penetapan harga tunggal. Pemerintah pusat melalui otoritas uang di miliki membuat kebijakan penetapan harga tunggal pada setiap harga kebutuhan pokok dan harus di patuhi oleh seluruh pihak yang berkepentingan. Penetapan harga tunggal dianggap akan mampu sebagai salah satu altenatif menjaga stabilitas pasar.
Kebijakan harus dibarengi dengan kesiapan masing-masing daerah dalam penerapan sistem harga tunggal tersebut. Artinya bagi daerah produsen kebijakan penetapan harga tunggal tidak menemui banyak kendala. Karena kebutuhan pokok tersedia, dan tinggal menjalankan sistem penetapan harga yang sudah ditetapkan oleh pemerintah.
Namun bagi daerah yang lebih banyak menggantungkan hasil produksi dari daerah lain, penetapan harga tunggal juga harus dibarengi dengan subsidi barang kebutuhan pokok yang masuk ke daerahnya. Selisih harga kebutuhan pokok yang masuk ke daerah-daerah yang bukan produsen sepenuhnya dibayar oleh pemerintah.
Dengan demikian masyarakat akan tetap membayar harga kebutuhan pokok dengan harga yang terjangkau dan stok barang kebutuhan pokok akan cenderung stabil.