LINGGA

Tradisi Warga Lingga Sambut Anak Khatam Al-Qur’an, Masuk Warisan Budaya Tak Benda

272
×

Tradisi Warga Lingga Sambut Anak Khatam Al-Qur’an, Masuk Warisan Budaya Tak Benda

Sebarkan artikel ini
Tradisi perayaan Khataman Qur’an di Tanjung Dua, Selayar, Kabupaten Lingga, Provinsi Kepulauan Riau, Minggu (15/5/2022).

REGIONAL NEWS.ID, LINGGA – Warga Kabupaten Lingga, Provinsi Kepulauan Riau masih melestarikan tradisi bagi pengkhatam Al-Qur’an. Apalagi bagi mereka yang masih anak-anak, namun sudah mampu mengkhatamkan 30 juz ayat suci umat Islam itu.

Perlakuan yang mereka dapatkan tak sembarangan. Mereka diarak bak raja dan ratu.

Ini sekaligus menjadi motivasi bagi generasi muda agar lebih gemar membaca dan memaknai arti Al-Qur’an. Hal ini sekaligus menjadi momen spesial bagi acara adat perkawinan masyarakat Kabupaten Lingga.

Dilansir dari laman TribuneBatam.Id Masyarakat terlihat beramai-ramai berkumpul menuntun dan berjalan kaki arak-arakan, membawa beberapa beberapa anak yang berpakaian serba putih.

Mereka memberikan keistimewaan kepada orang tersebut yang telah berhasil menamatkan pembacaan kitab suci Al-Qur’an.

“Anak yang telah menamatkan bacaan Al-Qur’an 30 juz itu dipayungi bak seorang raja atau putri, Tujuannya agar tidak kepanasan terkena terik sinar matahari”.

Salah seorang pengkhatam bahkan ditandu atau diusung menggunakan properti yang telah mereka siapkan. Properti itu dipikul oleh beberapa pemuda, dengan membawa pengkhatam Qur’an di atasnya.

Uniknya, properti tersebut berbentuk menyerupai bermacam bentuk, seperti pesawat, kupu-kupu, mobil dan lainnya.

Menjadi keistimewaan bagi mereka para masyarakat, kepada anak yang telah berhasil menyelesaikan pembacaan Qur’an hingga 30 Juz.

Berjalan kaki bersama-sama, dengan tabuhan gendang dan gong, sebagai alat musik khas masyarakat Melayu itu. Sambil diarak, masyarakat membawa seperangkat barang sebagai hadiah kepada guru ngaji, atas keberhasilan mendidik sehingga bisa menamatkan Al Qur’an.

“Hadiah itu berupa nasi besar atau wajid sejenis dodol atau pulut kuning, kemudian dilengkapi bunga telur. Bunga telur itu berjumlah sebanyak 30 tangkai, sesuai jumlah Juz yang ada di dalam Al-Qur’an.

Selain itu dilengkapi dengan seperangkat alat lain, seperti cerek, kain sepotong, payung, dan benda lainnya”.

Salah seorang anak kecil tampak digendong di pundak orang dewasa atau dijulang. Anak kecil ini dijulang dengan posisi paling depan di antara yang lainnya, sambil memegang Al-Qur’an di atasnya.

Garis senyum, tawa ria masyarakat saat melakukan arak, terlihat jelas saat tradisi ini berlangsung. Mereka diarak atau berjalan kaki bersama menuju masjid atau surau.

Sambil berjalan, salah seorang di antara mereka menaburkan beras kuning kepada pengkhatam Qur’an. Beras kuning itu juga berisi uang koin, sehingga menjadi rebutan bagi anak-anak.

Sesampainya di masjid, yang pengkhatam ini dibawa mengelilingi masjid sebanyak tiga kali atau tujuh kali, sesuai dengan hajatnya.

Suasana pun semakin semarak, dengan semangat orang tua memukul gendang mengiringi prosesi itu. Ketika pulang dari arakan, biasanya mereka akan disambut dengan tradisi adat Melayu silat di acara pernikahan pengantin, sebelum menaiki bangsal atau tempat dilaksanakannya pembacaan Khataman Qur’an.

Suasana meriah, ketika banyak yang melakukan Seni Silat Melayu merupakan anak-anak.

Selesai dari itu, tibalah kepada profesi puncaknya. Para pengkhatam akan duduk di depan orang ramai, sambil membacakan khataman Al Qur’an menggunakan pengeras suara.

Suara lantunan ayat suci Al Qur’an itu pun terdengar dari depan, hingga ke bangsal belakang, tempat masyarakat memasak.

Pembacaan Khataman Qur’an diawali dengan Surah Ad-duha hingga An-Nas, hingga kemudian ditutup dengan Doa. Hal ini juga berarti sebagai bentuk kepercayaan bagi masyarakat, yang menandakan bahwa anak-anak tersebut sudah bisa mengaji dengan fasih.

Orang tua, tokoh agama, ulama yang dipercayakan akan duduk di depan, mendengarkan dengan seksama pembacaan tersebut.

Setelah membaca dan berdoa, para pengkhatam ini menyalami seluruh jemputan yang hadir.

Tradisi budaya di Kabupaten Lingga, Provinsi Kepri memang sangat menarik untuk dilihat, termasuk yang satu ini.

Khatam Quran Lingga sendiri masuk ke dalam Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) yang ditetapkan oleh Kemendikbud, pada 2018 silam.

Pelaksanaannya dilakukan setelah yang bersangkutan menamatkan atau menyelesaikan pelajaran mengaji atau membaca kitab suci umat Islam, yakni Al-Quran.

Hampir seluruh wilayah se-kabupaten Lingga, tidak melupakan tradisi yang satu ini. Biasanya, tradisi Khatam Qur’an sering dijumpai pada acara pernikahan adat Melayu Lingga pada pagi hari.

Itu dilaksanakan pada hari H sebelum pengantin laki-laki dan perempuan duduk bersanding. Pakaian yang dipakai disaat berkhatam, bagi laki-laki biasanya memakai jubbah putih, surban dan bisa pakaian Melayu.

Sementara perempuan memakai baju kurung Melayu labuh dan bertutup kepala, yang biasanya bewarna putih. “Perayaan atau tradisi Khatam Al Qur’an ini sudah ada secara turun temurun. Yang mana anak telah menamatkan salah satu ajaran Islam, yaitu Al Qur’an.

Dan orang tuanya juga bagaimana bentuk merasakan ketika anaknya menamatkan pembacaan Qur’an itu,” kata Pegiat Sejarah, kepada TribunBatam.id.

Dalam prosesi khataman Al Qur’an tidak hanya menghadirkan orang tua, tetapi juga guru ngajinya. Mereka yang berkhatam pun menyediakan sebuah seperangkat barang sebagai hadiah kepada guru ngaji, atas keberhasilan mendidik sehingga bisa menamatkan Al Qur’an.

“Nanti akan pergi ke rumah guru ngaji untuk melakukan penyerahan sebagai ucapan terima kasih dari orang tua,” jelasnya. Hingga saat ini, prosesi atau tradisi Khatam Qur’an masih mudah ditemukan di Lingga saat acara pernikahan. (*)

Sumber : TribuneBatam.Id
0Shares

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *