REGIONAL NEWS.ID – Siti Latifah Herawati Diah mendapat kehormatan menjadi google doodle hari ini.
Sosok Siti Latifah Herawati Diah adalah jurnalis perempuan pertama di Indonesia yang menjadi saksi sekaligus pelaku sejarah kemerdekaan Indonesia.
3 April merupakan hari kelahiran perempuan yang pernah meraih gelar sarjana di Barnard College, Universitas Columbia, New York itu. Ia lahir pada 1917 di Tanjung Pandan, Belitung.
Siti Latifah Herawati Diah adalah sosok perempuan yang mengabarkan kemerdekaan Indonesia dengan menterjemahkan teks proklamasi ke bahasa Inggris untuk dunia luar terutama barat.
Dipaksa Oleh Jepang Jadi Pekerja Jawatan Radio
Perempuan yang akrab disapa Ibu Diah adalah seorang pekerja di jawatan radio Jepang (Hoyo Kyoku) di bawah penguasaan militer penjajahan negeri matahari terbit.
Ia bertugas sebagai penerjemah Bahasa inggris di program Bahasa inggris untuk propaganda penguasa Jepang.
Kendati demikian, Hoso Kyoku menjadi cikal bakal kelahiran Radio Republik Indonesia (RRI) pada 11 September 1945.
Pada awalnya ia dipaksa untuk bekerja di jawatan radio Jepang tersebut karena memiliki latar belakang pendidikan jurnalistik di Amerika Serikat.
“Saya sebetulnya dipaksa bekerja di sana. Sepulang belajar jurnalistik di Amerika, rasanya nama saya termasuk yang diamati tentara pendudukan Jepang,” kata Diah seperti dikutip dari Antara oleh Pikiran-rakyat.com.
“Namun, ada hikmahnya karena saya punya banyak akses informasi internasional dan internal Jepang yang bisa dibagikan untuk teman-teman pergerakan menuju kemerdekaan Republik Indonesia,” kata Diah menambahkan.
Latar Belakang Pendidikan
Diah lahir sebagai anak ketiga dari empat bersaudara. Sosok Ibunda Diah, Siti Alimah binti Djojodikromo dan sang ayahanda, Raden Latip, merupakan lulusan sekolah dokter Stovia pada 1908.
Dibesarkan di lingkungan priyayi, sang Ibu menekankan pendidikan agama dan tradisi Indonesia sekaligus mendorong diah untuk merangkul gaya hidup dan intelektual barat.
Bermula dari Eurpeesche Lagere School (ELS) di Salemba, Jakarta, dikirim ke American High School di Tokyo, Jepang, berlanjut ke Amerika Serikat di Barnard College, Universitas Columbia, New York, hingga mendapatkan pendidikan jurnalistik di Universitas Berkeley, California.
Melalui latar belakang pendidikannya, Diah akhirnya memiliki pemikiran terbuka terutama tentang nasib bangsa-bangsa yang dijajah.
“Wawasan saya menjadi sangat terbuka dan berada di bawah perdebatan egaliter maupun gender yang setara, lelaki dan perempuan di tingkat yang sama. Lima tahun selesai studi, kembali ke Indonesia.
Jepang menyerbu ke selatan dan menggulingkan semua pemerintah jajahan Eropa di Asia Tenggara. Nasib saya pun terbawa sejarah dunia ini,” kata aktivis jurnalistik itu.
Sosok Siti Latifah Herawati Diah adalah jurnalis perempuan pertama di Indonesia yang menjadi saksi sekaligus pelaku kemerdekaan Indonesia. Melalui latar belakang pendidikannya, Diah akhirnya memiliki pemikiran terbuka terutama tentang nasib bangsa-bangsa yang dijajah.
Siti Latifah Herwati Diah menuturkan bahwa ia mendapatkan teks proklamasi dari Burhanuddin Muhammad Diah yang merupakan rekan kerja di Hoso Kyoku dan nantinya akan menjadi suaminya sekaligus Menteri Penerangan Republik Indonesia.
“Naskah draft itu sempat diremas dan dibuang Bung Karno setelah Bung Sajuti Melik mengetik naskah asli Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia. Suami saya mengambil naskah draft itu, dirapikan dan diselipkan ke buku catatan yang dibawanya,” kata Diah mengisahkan dirinya mendapatkan naskah Proklamasi.
“Keesokan hari saya mendapati naskah itu, dan was was saat menerjemahkan sambil menyampaikan ke teman-teman wartawan asing, setelah Bung Karno membacakan teks bersejarah berdirinya Republik Indonesia,” katanya menambahkan.
Siti Latifah Herawati Diah mengakui bahwa ia banyak dibantu oleh suaminya dan rekan jurnalis terutama Adam Malik saat menyebarkan terjemahan teks Proklamasi.
Pada 1 Oktober 1945, Siti Latifah Herawati Diah membantu suaminya menerbitkan koran pro-Indonesia Merdeka yang dinamakan Merdeka untuk menyuarakan Republik Indonesia sebagai negara baru kepada dunia Internasional.
Berkat jasa-jasanya, Republik Indonesia kemudian diakui sebagai sebuah negara merdeka.***