LINGGA

BPK Temukan Tunggakan Pajak Rp13,9 Miliar Tiga Perusahaan Tambang Pasir Lingga

15
×

BPK Temukan Tunggakan Pajak Rp13,9 Miliar Tiga Perusahaan Tambang Pasir Lingga

Sebarkan artikel ini

Pemerintah daerah diminta lebih tegas menagih dan memperbaiki tata kelola pajak sektor tambang

Salah satu aktivitas pertambangan pasir di Kabupaten Lingga (foto: Presmedia.id)

REGIONAL NEWS.ID, LINGGA – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan tiga perusahaan tambang pasir di Kabupaten Lingga, Kepulauan Riau, menunggak pajak mineral bukan logam dan batuan (MBLB) senilai total Rp13,98 miliar.

Temuan ini menjadi sorotan karena mencerminkan lemahnya pengawasan pemerintah daerah dalam mengelola potensi pendapatan asli daerah (PAD) dari sektor pertambangan.

Dalam laporan hasil pemeriksaan atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Kabupaten Lingga Tahun 2024, BPK menyebut ketiga perusahaan tersebut belum sepenuhnya mematuhi ketentuan pelaporan dan penyetoran pajak daerah sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2023 tentang Ketentuan Umum Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.

Kekeliruan Perhitungan Pajak

BPK mengungkapkan, ketiga perusahaan menghitung pajak berdasarkan hasil penjualan atau produksi pasir, bukan pada saat pengambilan material dari sumber tambang. Padahal, berdasarkan peraturan, pajak MBLB dikenakan sejak kegiatan pengambilan, penimbunan, atau pembuatan material tambang dilakukan.

Akibatnya, sebagian besar produksi pasir belum dikenai pajak, yang berujung pada potensi kehilangan penerimaan daerah hingga puluhan miliar rupiah. Pemerintah Kabupaten Lingga semula menargetkan pendapatan pajak MBLB sebesar Rp90 miliar pada 2024, tetapi hanya terealisasi Rp79,2 miliar atau sekitar 88 persen dari target.

Tiga Perusahaan yang Disebut

Perusahaan pertama adalah PT Growa Indonesia, yang beroperasi di Dusun Dua Setawar, Desa Tanjung Irat, Kecamatan Singkep Barat.

BPK menemukan sisa produksi pasir sebesar 7.345 ton yang belum dikenai pajak hingga 31 Desember 2024. Dengan harga patokan Rp170.000 per ton sesuai SK Gubernur Kepulauan Riau Nomor 1051 Tahun 2022, potensi pajak yang belum disetor mencapai Rp287 juta.

Perusahaan kedua, PT Indoprima Karisma Jaya (IKJ), bergerak di sektor pasir kuarsa atau silika. Pemeriksaan BPK terhadap laporan bulanan dan dokumen perpajakan menunjukkan terdapat 70.953 ton hasil produksi yang belum dikenai pajak.

Sementara itu, perusahaan ketiga, PT Tri Tunas Unggul (TTU), yang beroperasi di Kecamatan Lingga Utara, tercatat memiliki sisa produksi 167.192 ton pasir silika yang juga belum dipungut pajaknya. Dengan harga patokan Rp250.000 per ton dan tarif pajak 23 persen, potensi pajak yang belum tertagih dari PT TTU mencapai Rp9,6 miliar.

Rekomendasi BPK

Atas temuan itu, BPK merekomendasikan kepada Bupati Lingga M. Nizar agar memerintahkan Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) melakukan sosialisasi aturan perpajakan kepada perusahaan tambang, serta melaksanakan pemeriksaan pajak dan menetapkan surat ketetapan pajak daerah berdasarkan hasil pemeriksaan tersebut.

BPK juga meminta Kepala Bidang Pendataan dan Penetapan Bapenda meningkatkan ketelitian dalam memverifikasi dan memvalidasi dokumen perpajakan, termasuk Surat Pemberitahuan Pajak Daerah (SPTPD) dan Surat Setoran Pajak Daerah (SSPD).

Tanggapan Pemerintah Daerah

Dilansir Presmedia.id, Bupati Lingga M. Nizar, sebagaimana dikutip dalam laporan BPK, menyatakan sependapat dengan rekomendasi dan berkomitmen untuk menindaklanjuti sesuai rencana aksi yang akan disusun pemerintah daerah.

Namun, hingga berita ini diterbitkan, Bupati Lingga dan Inspektorat Daerah belum memberikan tanggapan lebih lanjut terkait langkah konkret penyelesaian tunggakan pajak tersebut. Upaya konfirmasi yang dilakukan melalui Dinas Komunikasi dan Informatika Lingga juga belum mendapat jawaban.

Catatan Redaksi

Temuan ini menjadi peringatan penting bagi pemerintah daerah dalam memperkuat tata kelola pajak sektor pertambangan. Ketidakcermatan dalam verifikasi pajak berpotensi menimbulkan kebocoran pendapatan dan mengurangi kemampuan fiskal daerah dalam mendukung pembangunan.

Sektor tambang yang selama ini menjadi andalan PAD, seharusnya tidak hanya dilihat dari sisi produksi, tetapi juga dari kepatuhan administrasi dan transparansi fiskal.

0Shares

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *