Ketua SMSI Tanjungpinang Kritik Kebijakan Undangan Terbatas

REGIONAL NEWS.ID, TANJUNGPINANG —Kebijakan Kantor Bea dan Cukai (BC) Tanjungpinang yang membatasi undangan konferensi pers dalam pengungkapan kasus narkotika di Pelabuhan Sri Bintan Pura menuai gelombang kritik dari insan pers.
Ketua Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) Kota Tanjungpinang, Rahmat Nasution, menilai langkah tersebut mencederai semangat keterbukaan informasi publik dan merusak tatanan komunikasi yang sehat antara lembaga negara dan media.
Menurut Rahmat, konferensi pers seharusnya menjadi ruang publik bagi semua jurnalis, bukan forum eksklusif yang hanya dihadiri oleh media tertentu.
“Ketika konferensi pers hanya diundang untuk segelintir media, itu bukan lagi konferensi pers, tapi pertemuan tertutup. Padahal, informasi yang disampaikan bersifat publik, bukan rahasia negara,” tegasnya kepada regionalnews.id, Rabu (15/10).
Luka bagi Independensi Pers
Rahmat menilai, pembatasan tersebut dapat melukai independensi dan solidaritas kerja wartawan di lapangan.
“Pers bekerja untuk publik, bukan untuk kelompok atau kepentingan tertentu. Jika ada instansi yang mulai membatasi siapa yang boleh meliput, maka kita sedang mundur dari semangat reformasi yang memperjuangkan keterbukaan,” ujarnya.
Ia juga mengingatkan, bahwa hubungan antara lembaga publik dan pers tidak boleh didasari pada ‘kedekatan’ atau ‘pilihan media’.
“Kalau media harus dipilih untuk mendapat akses informasi, maka fungsi kontrol sosial akan melemah. Wartawan bukan pelengkap seremoni, tapi bagian dari sistem demokrasi,” katanya.
Transparansi Bukan Sekadar Formalitas
Menurut Rahmat, prinsip keterbukaan informasi publik sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 bukan hanya tanggung jawab formal, melainkan wujud moralitas institusi publik dalam melayani masyarakat.
“Bea Cukai adalah lembaga yang mengelola keuangan dan kepentingan negara. Keterbukaan terhadap media bukan pilihan, tapi kewajiban. Kalau media dibatasi, masyarakat pun kehilangan hak untuk tahu,” tegasnya.
Ia menilai, kebijakan semacam itu bisa menimbulkan kesan bahwa lembaga publik ingin mengendalikan arus informasi.
“Kalau yang disampaikan hanya kepada media tertentu, publik bisa menilai ada upaya membangun citra sepihak. Padahal, kepercayaan publik tumbuh dari keterbukaan, bukan dari pembatasan,” ujarnya menambahkan.
Ajakan untuk Evaluasi dan Perbaikan
Rahmat mengajak seluruh pejabat publik, terutama di daerah, untuk memahami peran strategis media dalam membangun kepercayaan masyarakat terhadap kinerja pemerintah.
“Pers bukan musuh, tapi mitra kritis. Kritik dari media bukan untuk menjatuhkan, tapi untuk memastikan kebijakan publik berjalan transparan dan akuntabel,” katanya.
Ia juga meminta Kantor Bea dan Cukai Tanjungpinang untuk mengevaluasi kebijakan komunikasi publiknya agar tidak menimbulkan persepsi negatif terhadap lembaga tersebut.
“Kalau komunikasi dibangun dengan tertutup, kepercayaan publik akan runtuh. Kami berharap Kepala Bea Cukai Tanjungpinang dapat memperbaiki pola komunikasi dengan insan pers demi kepentingan bersama,” ujar Rahmat.
Menjaga Ruang Keterbukaan
Rahmat menegaskan, SMSI Tanjungpinang akan terus mendorong agar setiap lembaga publik menjunjung tinggi prinsip keterbukaan dan kesetaraan akses bagi seluruh media.
“Demokrasi tidak bisa tumbuh di ruang yang tertutup. Kalau kita ingin publik percaya, maka pintu informasi harus terbuka untuk semua, bukan untuk sebagian,” pungkasnya.
Keterbukaan informasi publik bukan sekadar prosedur administratif, tetapi fondasi kepercayaan antara pemerintah dan masyarakat. Setiap pembatasan terhadap akses media berpotensi menimbulkan distorsi informasi dan melemahkan fungsi kontrol sosial pers yang sejatinya menjadi tiang utama demokrasi, tegasnya mengakhiri.
Hingga berita ini diturunkan, Kepala Kantor Bea dan Cukai Tanjungpinang, Joko Tri Rukmono, belum memberikan keterangan resmi terkait kebijakan pembatasan undangan konferensi pers tersebut.