
REGIONAL NEWS.ID, TANJUNGPINANG – Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) menyoroti kinerja Kejaksaan Tinggi Kepulauan Riau (Kejati Kepri) dinilai belum menyentuh pejabat Badan Pengusahaan (BP) Batam dalam pengusutan dugaan korupsi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dan jasa kepelabuhanan periode 2015–2021.
Dilansir Presmedia.id, MAKI menilai, penanganan perkara yang disebut sebagai mega korupsi itu terkesan tebang pilih. Hingga kini, penyidik baru menetapkan sejumlah pihak swasta dan mantan pejabat pelaksana di lapangan sebagai tersangka.
Sementara pejabat struktural di BP Batam yang diduga turut mengetahui dan menandatangani dokumen perizinan, belum tersentuh hukum.
“Kalau hanya anak buah yang kena, sedangkan pejabatnya aman-aman saja, itu penegakan hukum setengah hati. Yang tanda tangan kontrak dan memberi izin juga harus diperiksa,” ujar Koordinator MAKI, Boyamin Saiman, dalam keterangannya yang dilansir Presmedia.id, Sabtu (4/10/2025).
Diduga Ada Pembiaran Sistematis
Menurut Boyamin, kasus dugaan hilangnya PNBP sebesar 5 persen dari jasa kepelabuhanan itu mustahil dilakukan tanpa sepengetahuan pejabat terkait di BP Batam.
Ia menjelaskan, regulasi sudah mengatur bahwa hanya perusahaan berizin Badan Usaha Pelabuhan (BUP) yang berhak menjalankan kegiatan pemanduan dan penundaan kapal, serta menyetorkan PNBP ke kas negara.
“Kalau perusahaan tanpa izin bisa beroperasi, pejabat BP Batam ngapain saja? Logikanya janggal. Ini jelas ada unsur pembiaran, bahkan bisa dikatakan kesengajaan yang menyebabkan negara kehilangan pemasukan,” ujarnya.
Pejabat Berganti, Pola Tetap Sama
MAKI mencatat, sejak 2015 hingga 2021 jabatan Kepala Kantor Pelabuhan BP Batam berganti hingga tujuh kali. Namun, praktik kerja sama dengan perusahaan-perusahaan yang diduga bermasalah tetap berjalan tanpa ada evaluasi atau revisi perjanjian kerja sama.
Berikut daftar pejabat Kepala Kantor Pelabuhan BP Batam pada periode tersebut:
- Hari Setyo Budi (1 Januari 2015–24 Juni 2015)
- Gajah Rooseno (25 Juni 2015–5 Januari 2016)
- Julianus The (26 Juli 2016–1 September 2016)
- Bambang Gunawan (2 September 2016–26 Juli 2017)
- Nasrul Amri Latif (27 Juli 2017–31 Desember 2018), kemudian menjabat Direktur BUP BP Batam (1 Januari 2019–8 Januari 2020)
- Nelson Idris (9 Januari 2020–Agustus 2021)
- Dendi Gustian (26 Agustus 2021–31 Desember 2021)
Menurut Boyamin, pejabat-pejabat tersebut diduga tetap memproses dan menyetujui berbagai dokumen kerja sama, seperti Surat Perintah Kerja (SPK) dan Surat Persetujuan Operasi Galangan (SPOG), tanpa memastikan kewajiban pembayaran PNBP ke negara terpenuhi.
“Pejabat baru tidak bisa berlindung di balik alasan hanya melanjutkan kebijakan lama. Kalau memang salah, harus diperbaiki, bukan diteruskan,” kata Boyamin.
Desak Penegakan Hukum Tanpa Tebang Pilih
MAKI mendesak Kejati Kepri untuk menegakkan hukum secara transparan dan tanpa pandang bulu. Boyamin mengingatkan agar penyidikan tidak berhenti di tingkat bawah atau pihak swasta semata.
“Kalau pejabatnya diam saja atau malah memberi lampu hijau, mereka juga harus ikut bertanggung jawab. Hukum itu bukan panggung sulap—pejabat besar tidak bisa tiba-tiba hilang dari proses hukum,” ujarnya.
Kejati Tetapkan Tersangka Baru
Kejati Kepri sebelumnya menetapkan tersangka baru dalam pengembangan kasus korupsi PNBP dan jasa kepelabuhanan BP Batam jilid II yang merugikan negara sekitar Rp 4,5 miliar.
Tersangka tersebut adalah Ly, Direktur PT Bias Delta Pratama (BDP) pada 2016, 2018, dan 2019. Ia ditahan usai menjalani pemeriksaan oleh penyidik bidang Pidana Khusus Kejati Kepri pada Jumat (30/9/2025).
Kasus ini merupakan lanjutan dari perkara sebelumnya yang telah menjerat lima orang. Dalam jilid II, penyidik juga menahan tiga tersangka lain, yakni Suyono, mantan Kepala Seksi Pemanduan dan Penundaan Bidang Komersial KSOP Khusus Batam (2012–2016); Ahmad Jauhari, Direktur Operasional PT Bias Delta Pratama; serta Ly sendiri selaku direktur utama.
Menurut sumber informasi di lapangan, para pejabat BP Batam disinyalir memiliki aset beberapa rumah mewah di komplek perumahan elite yang berlokasi di Sukajadi dan Anggrek Mas.
Hingga berita ini diturunkan, pejabat BP Batam periode 2015–2021 yang disebut dalam kasus tersebut masih belum tersentuh proses hukum.
Regionalnews.id masih berupaya menghubungi pihak Kejati Kepri dan BP Batam untuk memperoleh tanggapan atas desakan yang disampaikan MAKI tersebut.