BUDAYA

Kepada Tuan dan Puan: Kemana Seni dan Budaya Mencari Panggung?

23
×

Kepada Tuan dan Puan: Kemana Seni dan Budaya Mencari Panggung?

Sebarkan artikel ini
Tari persembahan khas melayu (foto: int)

REGIONAL NEWS.ID, TANJUNGPINANG — Budaya Melayu di Kepulauan Riau bukan sekadar tarian zapin, syair gurindam, atau busana adat yang dikenakan pada upacara resmi. Lebih dari itu, ia adalah napas kehidupan masyarakat, jejak sejarah panjang, sekaligus identitas yang membentuk kebangsaan. Dari rahim Melayu-lah bahasa Indonesia lahir dan kemudian menjadi perekat nasional.

Namun, di tengah derasnya arus modernisasi, pertanyaan yang kerap muncul adalah: ke mana arah budaya ini mencari panggungnya?

Antara Janji dan Kenyataan

Dalam berbagai momentum politik, budaya sering tampil sebagai wajah resmi daerah. Para pemangku kepentingan kerap menggunakan simbol-simbol budaya Melayu dalam kampanye maupun acara kenegaraan. Janji pelestarian, festival budaya, hingga dukungan bagi seniman lokal terdengar menggaung.

Namun, kenyataan di lapangan berbeda. Banyak sanggar seni berjalan terseok-seok dengan dukungan terbatas. Para pelaku seni bertahan dengan sumber daya pribadi, ibarat “superhero tanpa sponsor”. Sementara itu, alokasi anggaran daerah yang mencapai triliunan rupiah belum sepenuhnya menjawab kebutuhan mendasar bagi pelestarian warisan budaya.

Tantangan Generasi Muda

Perhatian generasi muda terhadap budaya juga menjadi sorotan. Tidak sedikit anak muda lebih akrab dengan musik populer internasional ketimbang pantun Melayu atau Gurindam 12 karya Raja Ali Haji. Upacara adat, jika digelar, sering berjalan sekadar formalitas.

Kondisi ini menimbulkan kekhawatiran, apakah budaya Melayu akan tetap hidup dalam keseharian masyarakat, atau sekadar menjadi simbol seremonial dan potret di museum?

Potensi yang Belum Digarap

Padahal, jika dikelola dengan serius, budaya dapat menjadi kekuatan ekonomi sekaligus kebanggaan daerah. Festival zapin dengan kemasan modern, misalnya, dapat dipadukan dengan panggung besar, siaran langsung di media digital, serta produk kreatif yang bernilai ekonomi.

Daerah lain di Indonesia telah membuktikan bagaimana festival budaya mampu mendongkrak pariwisata sekaligus menyejahterakan pelaku seni. Kepulauan Riau sesungguhnya memiliki modal serupa—kekayaan tradisi, lokasi strategis, dan keragaman pelaku seni.

Jalan ke Depan

Pelestarian budaya tidak cukup hanya dengan jargon “lestari budaya” atau pencitraan pada brosur wisata. Diperlukan kebijakan yang terukur: anggaran yang memadai, ruang bagi seniman lokal untuk berekspresi, pendidikan budaya yang tidak berhenti di tataran formalitas, serta keterlibatan aktif masyarakat.

Budaya Melayu adalah benteng identitas Kepulauan Riau. Jika tidak dikelola dengan sungguh-sungguh, wajah budaya ini bisa memudar. Karena itu, tanggung jawab bukan hanya berada di pundak pemerintah, tetapi juga pelaku seni, akademisi, dan generasi muda.

Melalui jejaring, kolaborasi, dan kreativitas, budaya Melayu dapat kembali menemukan panggungnya—bukan sekadar menjadi hashtag di media sosial, melainkan denyut kehidupan masyarakat Kepri di masa kini dan mendatang.

0Shares

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *