
REGIONAL NEWS.ID, TANJUNGPINANG – Asap rokok tanpa pita cukai kian pekat di Kepulauan Riau. Dari Batam hingga Tanjungpinang, hingga beberapa kabupaten/kota si Kepri, merek-merek rokok ilegal seperti HD, H Mild, hingga Ofo, dijual bebas di warung-warung kecil hingga kios besar.
Harga lebih murah dibanding rokok resmi membuatnya cepat diserap pasar. Namun di balik “nikmat” itu, negara dirugikan miliaran rupiah dari hilangnya penerimaan cukai.
Yang mencurigakan, arus peredaran rokok ilegal seolah tanpa hambatan. Tak hanya di tingkat pengecer, alur distribusinya dari pabrik hingga agen besar berjalan mulus. Di sinilah dugaan adanya permainan oknum aparat penegak hukum (APH) mencuat.
Jaringan Tak Terjamah
Ketua Lembaga Swadaya Masyarakat Hitam Putih, Fachrizan menyebut peredaran rokok ilegal sudah berlangsung bertahun-tahun tanpa penindakan berarti.
“Kalau mau bongkar, telusuri saja dari mana para pengecer mendapat barang. Jangan berhenti di pedagang kecil. Ini jelas-jelas ada yang melindungi,” katanya.
Ia menyinggung aturan tegas yang seakan tak bergigi di lapangan. Pasal 54 UU No. 39/2007 mengancam pelaku dengan pidana penjara dan denda. Peraturan Pemerintah No. 30/2019 memperkuat kewajiban pengawasan. Namun, faktanya, rokok ilegal tetap dijual bebas dan terbuka.
Dugaan Setoran dan Pembiaran
Tokoh masyarakat di Tanjungpinang mengungkapkan kecurigaan adanya “setoran” yang membuat aparat menutup mata. “Mulai dari pabrik, distributor, agen, hingga pengecer, rantai distribusinya aman. Kalau tidak ada sokongan dari oknum, mustahil bisa selancar ini,” ujarnya.
Ia menilai alasan aparat yang hanya menindak pedagang kecil sebagai bentuk pembiaran. “Pedagang kecil dianggap kasihan, padahal sekecil apa pun pelanggaran tetaplah pelanggaran. Kalau mau serius, sikat sampai ke atas,” tegasnya.
Kerugian Negara
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) mencatat, kerugian negara akibat rokok ilegal secara nasional mencapai triliunan rupiah setiap tahun. Di Kepulauan Riau, wilayah dengan jalur laut terbuka dan akses dekat ke Singapura serta Malaysia, praktik penyelundupan dan peredaran rokok tanpa cukai relatif lebih mudah.
Namun, menurut pengakuan beberapa pengecer, meski sudah bertahun-tahun menjual rokok ilegal, mereka jarang sekali diperiksa. Bahkan ketika ada operasi, penyitaan hanya dilakukan sebatas formalitas.
“Besoknya barang masuk lagi, tak ada yang berubah,” kata seorang pedagang di kawasan Tanjungpinang Timur.
Tanggung Jawab Dipertanyakan
Fahri menegaskan, lemahnya pengawasan bukan hanya tanggung jawab Bea Cukai. Aparat penegak hukum lain, termasuk kepolisian, dinas perdagangan, hingga pemerintah daerah, punya peran besar. “Kalau semua bersinergi, rokok ilegal bisa ditekan. Tapi kalau saling lempar tanggung jawab, yang dirugikan negara dan masyarakat,” ujarnya.
Hingga berita ini diturunkan, upaya konfirmasi kepada Bea Cukai Tanjungpinang dan aparat kepolisian belum mendapat jawaban.
Jalan Panjang Pemberantasan
Pemberantasan rokok ilegal di Kepri tampak masih jalan panjang. Selama dugaan praktik setoran dan permainan oknum tak dibuka ke publik, alur distribusi akan terus berputar. Negara kehilangan penerimaan, masyarakat terbuai harga murah, sementara penegakan hukum berjalan di tempat.