
REGIONAL NEWS.ID, TANJUNGPINANG — Di balik kesibukan kota kecil di ujung selatan Sumatera itu, sebuah kisah pribadi menjelma jadi perkara hukum. Seorang oknum aparat melaporkan seorang mahasiswi ke polisi.
Tuduhannya pemerasan dengan ancaman penyebaran video asusila. Skenarionya mirip drama, namun kali ini panggungnya sangat nyata dan taruhannya adalah reputasi serta hukum.
Awal Mula Kasus
Kisah ini berawal dari kedekatan antara oknum aparat dan seorang mahasiswi berinisial Sw. Menurut informasi yang dihimpun, keduanya sempat memiliki hubungan personal di luar urusan tugas maupun kampus. Dari kedekatan itu, terekam sebuah video pribadi yang belakangan menjadi sumber persoalan.
Beberapa waktu lalu, sang aparat melaporkan Sw ke Polresta Tanjungpinang. Dalam laporannya, ia mengaku mendapat ancaman dari sang mahasiswi yang disebut akan menyebarkan video tersebut ke publik jika permintaan tertentu tidak dipenuhi.
Kanit Tipiter Satreskrim Polresta Tanjungpinang, Ipda Christopher, membenarkan adanya laporan tersebut.
“Benar, kami telah menerima laporan atas dugaan pemerasan yang dilakukan oleh seorang wanita berinisial Sw,” ujarnya, Kamis (30/10/2025).
Menurut Christopher, modus yang digunakan berupa ancaman penyebaran konten asusila untuk memperoleh keuntungan pribadi. Namun, polisi menegaskan tidak ada hubungan resmi di antara keduanya. “Untuk hubungan, keduanya tidak ada pacaran,” tegasnya.
Proses Hukum Berjalan
Kasus ini kini telah naik dari tahap penyelidikan ke penyidikan. Beberapa saksi sudah diperiksa, namun hingga berita ini diturunkan, polisi belum menetapkan tersangka.
“Sudah beberapa saksi yang diperiksa, tapi belum ada tersangka,” ujar Christopher, seperti dilansir Presmedia.id
Sumber internal di kepolisian menyebut, penyidik masih menelusuri bukti digital dan komunikasi antara kedua pihak. Polisi juga berhati-hati dalam menelaah kemungkinan pelanggaran pada kedua sisi, baik dari pelapor maupun terlapor.
Dampak Sosial dan Etika
Kasus ini memunculkan perbincangan di masyarakat Tanjungpinang. Di media sosial, publik terbagi antara simpati dan sinis. Banyak yang menyoroti aspek moral di balik peristiwa itu—terutama karena melibatkan aparat negara dan seorang mahasiswi.
Dilansir dari laman media lokal Tanjungpinang, pakar hukum pidana dari Universitas Maritim Raja Ali Haji, Dr. Andi Fadillah, menilai kasus semacam ini menunjukkan lemahnya kesadaran digital dan etika pribadi di era teknologi.
“Konten pribadi yang direkam tanpa kontrol bisa berubah menjadi alat ancaman. Ini bukan hanya soal hukum, tapi juga soal moral dan tanggung jawab,” ujarnya.
Ia menambahkan, dalam konteks hukum, jika terbukti ada unsur pemerasan, maka pelaku dapat dijerat Pasal 368 KUHP atau Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) terkait ancaman penyebaran konten asusila.
Namun, menurutnya, penyidik juga perlu menelusuri asal-usul rekaman. “Kalau video itu direkam tanpa persetujuan salah satu pihak, maka itu juga bisa menjadi tindak pidana,” katanya.
Refleksi di Tengah Fenomena Digital
Fenomena ancaman penyebaran video pribadi bukan hal baru. Di Kepulauan Riau, polisi mencatat setidaknya lima kasus serupa sejak 2023, sebagian besar melibatkan hubungan pribadi yang berujung konflik dan pemerasan.
“Motifnya beragam, tapi hampir semua berawal dari hubungan yang tidak sehat dan penyalahgunaan rekaman pribadi,” ujar seorang penyidik yang enggan disebut namanya.
Kasus ini menjadi pengingat bahwa batas antara privasi dan publik di dunia digital semakin tipis. Sekali jejak digital terekam, kontrol atasnya bisa hilang kapan saja.
Menanti Kepastian
Hingga kini, penyidik Polresta Tanjungpinang masih mendalami laporan tersebut. Belum ada tersangka, belum ada nama yang diumumkan secara resmi.
Namun satu hal pasti, kasus ini telah membuka mata banyak pihak bahwa urusan pribadi, jika tak dijaga, bisa berujung di meja hukum.
“Ini jadi pelajaran, bahwa dalam relasi apa pun, tanggung jawab pribadi tidak kalah penting dari rasa percaya,” tutur seorang pengamat sosial di Tanjungpinang.
Drama ini mungkin baru memasuki babak awal. Tapi di tengah hiruk-pikuk kota pesisir itu, publik kini menunggu akhir cerita yang lebih bijak dan bukan sekadar sensasi.











