
REGIONAL NEWS.ID, BATAM — Sore itu, langit Batam tampak cerah ketika rombongan mobil berpelat merah tiba di kawasan Tanjung Sauh, lokasi yang disebut sebagai titik awal rencana pembangunan Jembatan Batam–Bintan (Babin).
Di antara deburan angin laut dan deretan papan proyek yang mulai pudar warnanya, suara sirene pengawalan rombongan Komisi V DPR RI terdengar ramai.
Bukan kali pertama kawasan itu didatangi pejabat pusat. Sudah berulang kali, lokasi yang diimpikan menjadi penghubung dua pulau utama di Kepulauan Riau itu dikunjungi, ditinjau, dan dibicarakan dalam berbagai rapat koordinasi.
Namun hingga kini, jembatan yang diharapkan menjadi ikon baru Indonesia di barat nusantara itu, belum juga berdiri.
Kali ini, kunjungan dilakukan oleh Komisi V DPR RI yang dipimpin langsung oleh ketuanya, Lasarus, didampingi Gubernur Kepri Ansar Ahmad dan Wakil Gubernur Nyanyang Haris Pratamura. Turut hadir perwakilan dari Kementerian PUPR, Kementerian Perhubungan, dan sejumlah pejabat daerah.
Rombongan disambut dengan paparan teknis dari tim perencana. Di layar besar yang dipasang di tenda sementara, tergambar rancangan jembatan sepanjang 14,6 kilometer yang akan menghubungkan Pulau Batam, Pulau Galang, dan Pulau Bintan.
Proyek ini digadang-gadang menjadi jembatan terpanjang di Indonesia, dengan estimasi investasi mencapai Rp16 triliun hingga Rp17 triliun.
“Semua sudah lengkap, tidak ada kendala lagi,” kata Lasarus usai mendengar penjelasan, dengan nada optimistis.
Namun di lapangan, yang tampak hanya tanah kosong dan semak laut. Tidak ada alat berat, tidak ada tiang pancang, hanya plang bertuliskan “Rencana Pembangunan Jembatan Batam–Bintan” yang berdiri di tepi pantai.
Proyek Strategis yang Masih Menunggu Lampu Hijau
Jembatan Batam–Bintan masuk dalam daftar Proyek Strategis Nasional (PSN). Kehadirannya diharapkan dapat mempercepat pertumbuhan ekonomi dan memperkuat konektivitas antarwilayah di Kepulauan Riau—provinsi yang menjadi pintu gerbang Indonesia di jalur perdagangan internasional.
Namun sejak pertama kali diumumkan beberapa tahun lalu, proyek ini belum juga beranjak dari tahap perencanaan. Skema pendanaan yang belum final antara pemerintah pusat dan investor menjadi salah satu alasan utama belum dimulainya pembangunan fisik.
Optimisme Pemerintah Daerah
Meski belum terlihat tanda dimulainya proyek, Gubernur Kepri Ansar Ahmad tetap memelihara optimisme. Menurutnya, jembatan Batam–Bintan bukan sekadar proyek infrastruktur, melainkan simbol kemajuan dan keterhubungan ekonomi antarwilayah di provinsi kepulauan ini.
“Kita akan terus dorong agar segera terealisasi. Ini bukan hanya jembatan penghubung, tetapi juga penggerak ekonomi masyarakat di Batam dan Bintan,” ujar Ansar.
Ia menambahkan, keberadaan jembatan ini akan memberi multiplier effect yang besar bagi perekonomian daerah. Pemerintah Provinsi Kepri juga mengusulkan agar kawasan Batam, Bintan, dan Karimun ditetapkan sebagai zona perdagangan bebas (Free Trade Zone/FTZ) terpadu untuk memperkuat daya saing investasi.
“Dengan status FTZ yang diperluas, kita berharap akan muncul investasi baru dan peningkatan penyerapan tenaga kerja,” katanya.
Di sisi lain, Wakil Gubernur Nyanyang Haris Pratamura yang turut mendampingi rombongan terlihat tetap bersemangat. Meski terik matahari sore cukup menyengat, senyum para pejabat tetap tersungging, mungkin karena sudah terbiasa dengan agenda “peninjauan proyek” semacam ini.
Harapan Warga yang Tak Pernah Padam
Bagi warga sekitar lokasi, kunjungan seperti ini bukan hal baru. Mereka sudah hafal, setiap kali mobil beriringan datang dengan pengawalan ketat, berarti akan ada pejabat datang meninjau rencana jembatan.
“Kalau setiap kunjungan bisa pasang satu tiang, mungkin sekarang jembatannya sudah separuh jadi,” ujar Wani, warga Batam, setengah bercanda. “Tapi ya, kita tetap berharap. Mudah-mudahan kali ini benar-benar dibangun,” seperti dilansir Presmedia.id.
Bagi masyarakat Kepri, Jembatan Batam–Bintan adalah harapan. Ia bukan sekadar infrastruktur fisik, tetapi simbol keterhubungan dua pulau besar yang selama ini dipisahkan laut dan janji-janji pembangunan.
Di tengah segala optimisme dan paparan rencana besar, masyarakat hanya menunggu satu hal: kapan alat berat mulai bekerja dan jembatan itu benar-benar berdiri di atas Selat Riau.











