TANJUNGPINANG

Rokok Tanpa Cukai dan Palsu di Kepri: Pejabat Terjerat, Pemilik Pabrik Aman

107
×

Rokok Tanpa Cukai dan Palsu di Kepri: Pejabat Terjerat, Pemilik Pabrik Aman

Sebarkan artikel ini

Triliunan Rupiah “Hilang” Akibat Rokok Ilegal di Kepri, Penegakan Hukum Masih Lemah

Rokok jenis HD diduga ilegal beredar bebas di Kepri (foto;dok).

TANJUNGPINANG — Skandal korupsi kuota rokok ilegal di Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) menyeret dua mantan pejabat tinggi Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas (BPK FTZ) ke balik jeruji besi. Mereka adalah Saleh Umar, mantan Ketua BPK Bintan, dan Den Yealta, eks Ketua BPK Kota Tanjungpinang.

Keduanya terbukti terlibat dalam penyalahgunaan kewenangan pemberian kuota rokok yang seharusnya digunakan untuk kebutuhan kawasan bebas bea dan cukai. Namun, praktiknya, sebagian besar rokok justru disalurkan ke luar kawasan, tanpa membayar cukai negara.

Dalam kasus di Kabupaten Bintan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga menjerat Apri Sujadi, Bupati Bintan saat itu. Namun, pada kasus serupa di Kota Tanjungpinang, Den Yealta harus menanggung sendiri perbuatannya tanpa ada pihak lain yang ikut dijerat hukum.

Kondisi ini menimbulkan tanda tanya besar masyarakat. Pasalnya, sejumlah pihak yang diduga ikut menikmati hasil dari bisnis rokok ilegal—mulai dari pemilik pabrik, distributor, hingga jaringan pemasaran—justru tidak tersentuh hukum.

“Dalam sidang di Pengadilan Tipikor Tanjungpinang, para pemain besar hanya muncul sebagai saksi. Padahal, mereka jelas mendapatkan keuntungan besar dari peredaran rokok ilegal ini,” ujar seorang sumber yang enggan disebut namanya.

Akibat lemahnya penegakan hukum terhadap jaringan bisnis di balik layar, peredaran rokok ilegal di Kepri justru kian menggila. Salah satu merek yang mencolok adalah HD, yang beredar luas tanpa pita cukai, bahkan sebagian diduga menggunakan pita cukai palsu.

Dari hasil pantauan di lapangan, kerugian negara akibat praktik ini diperkirakan mencapai triliunan rupiah setiap tahun. Namun, penindakan masih terkesan tebang pilih.

Kini, sorotan publik tertuju pada pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Menteri Keuangan Purbaya Sadewa. Mampukah keduanya menabuh “gendang perang” melawan mafia rokok yang sudah lama beroperasi nyaman di wilayah perbatasan ini?

Pertanyaan itu menjadi penting, sebab selama bertahun-tahun para “perampok” uang negara melalui cukai rokok ilegal seolah kebal hukum dan terus menikmati keuntungan dari bisnis haram tersebut.

0Shares

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *