
REGIONAL NEWS.ID, TANJUNGPINANG – Bangunan megah yang semula digadang-gadang sebagai ikon Tanjungpinang, kini berubah menjadi monumen gagal. Gedung Gonggong Tepi Laut, Kawasan Budaya Raja Ali Haji, Dermaga Kota Rebah Sei Carang, hingga Quran Center di Kampung Bugis, kondisinya rusak, terbengkalai, dan tak lagi berfungsi.
Padahal, semua proyek ini menelan anggaran miliaran rupiah dari APBD. Ironisnya, saat rusak dan dikeluhkan warga, tak satu pun organisasi perangkat daerah (OPD) mengaku bertanggung jawab.
Ikon Kota yang Bocor
Gedung Gonggong, yang semula dijadikan pusat informasi wisata, kini bocor setiap kali hujan. Air merembes dari atap, menggenangi lantai. Lampu hias padam, kaca kusam, dan halaman penuh sampah. Ikon kota yang dulu jadi kebanggaan kini hanya jadi latar swafoto warga dengan kondisi seadanya.
Kawasan Budaya Jadi Belukar
Kawasan Budaya Raja Ali Haji yang dibangun untuk memperkenalkan ragam budaya lokal dan nusantara, kini dipenuhi semak belukar. Miniatur rumah adat Melayu, masjid Penyengat, hingga vihara tampak retak dan kusam. Cat mengelupas, bahkan beberapa ornamen patah. “Sekarang lebih mirip lahan kosong ketimbang destinasi wisata,” kata Yani, warga setempat.
Dermaga Ambruk, Quran Center Kumuh
Di Sei Carang, dermaga Kota Rebah yang menelan dana miliaran rupiah, runtuh sebagian. Ponton dermaga ambruk ke sungai, atap pelantar bocor, dan tiang kayu rapuh.
Sementara itu, Quran Center di Jalan Daeng Kamboja, yang diresmikan dengan tujuan mulia sebagai pusat pembinaan generasi Qur’ani, kini tampak kusam. Besi pondasi mencuat keluar, tiang hias rusak, dan cat dinding mengelupas.
Warga Soroti Dugaan Korupsi
Warga menilai kerusakan cepat ini bukan hanya karena minim perawatan, tapi juga indikasi lemahnya kualitas proyek.
“Pemerintah hanya bisa membangun, tak bisa merawat. Dugaan korupsi di proyek dermaga harus diusut. Kalau tidak, aset ini hanya akan jadi pemborosan,” ujar Dika, warga Tanjungpinang, dikutip laman Presmedia.id.
OPD Saling Lempar
Ketika ditanya soal aset mangkrak, Dinas Perkim angkat tangan. Kepala Bidang Pertamanan dan Pemakaman, Abdul Farid Diah, menyebut pihaknya hanya mengurus taman.
“Gedung Gonggong dan Kawasan Budaya Raja Ali Haji tanggung jawab Dinas Pariwisata. Kami hanya urus tamannya,” ujarnya. Ia menambahkan, keterbatasan anggaran membuat perawatan tak optimal.
Namun, Dinas Pariwisata dan Kebudayaan juga belum memberikan penjelasan jelas. Akibatnya, publik menilai OPD terjebak saling lempar tanggung jawab.
Data Anggaran: Membangun Lebih Besar daripada Merawat
Data yang dihimpun Regionalnews.id menunjukkan, dalam kurun 2019–2024 Pemko Tanjungpinang menghabiskan sedikitnya Rp150 miliar untuk pembangunan infrastruktur ikonik. Namun alokasi pemeliharaan gedung publik per tahun hanya sekitar Rp3–5 miliar, atau kurang dari 3 persen total belanja modal.
Sebagai perbandingan, anggaran pembangunan satu gedung seperti Quran Center (Rp18 miliar) jauh melampaui anggaran bantuan rumah layak huni bagi warga miskin yang hanya sekitar Rp6 miliar untuk ratusan keluarga.
Pakar: Perencanaan Gagal, Rawan Korupsi
Pengamat kebijakan publik Universitas Maritim Raja Ali Haji, Ahmad Fadli, menilai fenomena ini mencerminkan kegagalan tata kelola aset.
“Pemerintah terlalu fokus pada proyek mercusuar, tapi abai menghitung biaya operasional dan perawatan jangka panjang. Ini membuat aset cepat rusak, fungsi hilang, dan APBD terbuang,” ujarnya.
Ia juga mengingatkan bahwa kondisi fisik proyek yang cepat rusak berpotensi menyingkap dugaan praktik korupsi. “Jika kualitas buruk sejak awal, aparat penegak hukum harus turun memeriksa,” katanya.
Monumen Pemborosan
Kini, deretan bangunan mangkrak itu lebih menyerupai monumen pemborosan daripada fasilitas publik. Di tengah keterbatasan anggaran untuk layanan dasar masyarakat, kerusakan aset bernilai miliaran ini menjadi ironi tata kelola kota.