HUKRIMNEWSPERISTIWATANJUNGPINANG

Tokoh Belia Desak Polda Kepri dan Kejati Bidik Dugaan Pungli E-Ticketing

36
×

Tokoh Belia Desak Polda Kepri dan Kejati Bidik Dugaan Pungli E-Ticketing

Sebarkan artikel ini
Salah satu mesin cetak E-Tiketing di Pelabuhan SBP Tanjungpinang diduga tidak tidak berfugsi.

REGIONAL NEWS.ID, TANJUNGPINANG – Tokoh muda Provinsi Kepulauan Riau, Andry Amsy, mendesak Polda Kepri dan Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kepri untuk mengusut tuntas dugaan korupsi dan pungutan liar (pungli) dalam sistem layanan e-ticketing penumpang ferry di wilayah Kepri.

Andri yang juga merupakan tokoh dari Badan Pembentukan Provinsi Kepulauan Riau, mengaku geram dengan praktik pungutan biaya layanan Rp1.500 hingga Rp2.000 yang dibebankan kepada masyarakat dalam setiap pembelian tiket kapal ferry, padahal layanan tersebut tidak pernah diterima.

“Hampir dua tahun masyarakat Kepri, termasuk saya, dibohongi dengan e-ticketing ini. Biaya layanan ditagih, tapi aplikasinya tidak pernah bisa digunakan,” ujar Andri kepada media ini, Sabtu (19/07/2025).

Andri mengaku sering bepergian antara Batam dan Tanjungpinang menggunakan kapal ferry, dan selalu membeli tiket langsung di loket pelabuhan.

Namun dalam tiket tersebut selalu tertera biaya tambahan “layanan e-ticketing” yang menurutnya tidak relevan karena sistem tidak berjalan sebagaimana mestinya.

“Saya cek, mesin e-ticketing di pelabuhan cuma pajangan. Tidak hidup karena tidak ada listrik. Aplikasinya juga tidak bisa digunakan untuk pesan tiket,” ungkapnya.

Ia bahkan memaparkan potensi kerugian masyarakat dari pungutan liar tersebut. Dengan asumsi 2.000 penumpang per hari dan tarif pungli Rp2.000, maka pendapatan yang diterima oknum bisa mencapai Rp4 juta per hari dan Rp120 juta per bulan (satu arah) dan jika Pulang pergi (PP) Tanjungpinang-Batam, maka dapat mencapai RpRp240 juta per bulan.

Dan itu belum termasuk rute-rute lain seperti Tanjung Uban, Tanjung Balai Karimun, dan Lingga.

“Bayangkan, hanya duduk goyang kaki, bisa terima ratusan juta sebulan dari pungli yang tidak berdasar hukum ini, jika dikali 2 tahun pelaksanaan maka 240 juta dikali 24 bulan (2 Tahun-red) hingga mencapai Rp5,7 Miliar,” tegas Andri.

Lebih lanjut, Andri menyayangkan praktik ini terjadi di provinsi yang menurutnya sangat maju dalam hal teknologi dan literasi digital.

“Jangan kira masyarakat Kepri ini bodoh dan bisa dibohongi. Kepri adalah daerah maju, bertetangga dengan dua negara maju, dan mungkin termasuk yang pertama menggunakan handphone di Indonesia,” katanya lantang.

Andri secara tegas meminta agar Polda Kepri dan Kejati Kepri menindaklanjuti penyelidikan yang sedang dilakukan di Batam dan Tanjungpinang, dan segera mengusut tuntas praktik dugaan pungli ini.

“Kami minta Polda dan Kejati Kepri segera usut tuntas praktik pungli e-ticketing di Pelabuhan Telaga Punggur dan Sri Bintan Pura,” tegasnya.

Tak hanya itu, Andri juga mendesak Pemerintah Provinsi Kepri dan DPRD Kepri agar tidak tinggal diam.

“Sistem e-ticketing itu seharusnya memudahkan masyarakat dengan pemesanan lewat aplikasi handphone, bukan malah membebani dengan antrian manual dan pungutan tambahan. Jika masih manual, tidak boleh ada penambahan biaya apa pun,” tambahnya.

Sebelumnya, Kejaksaan Tinggi Kepulauan Riau (Kejati Kepri) melakukan penyelidikamm dugaan korupsi dalam penerapan sistem e-ticketing kapal ferry di Pelabuhan Sri Bintan Pura (SBP) Tanjungpinang.

Penyelidikan ini dilakukan atas beban biaya layanan Rp1500-2000 yang dipungut operator Ferry kepada masyarakat penumpang ferry.

Pungutan biaya layanan e-ticketing ini juga tidak diatur dalam Peraturan Gubernur Kepri Nomor 22 Tahun 2022 tentang tarif transportasi laut.

Pungutan tersebut hanya berdasar pada surat edaran dan kesepakatan kerja sama antar pihak Pelindo dan PT.MKP di Pelabuhan Sri Bintan Pura Tanjungpinang.

0Shares

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *