
REGIONAL NEWS.ID, BATAM – Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) mendesak Balai Penegakan Hukum (Gakkum) Lingkungan Hidup dan Kehutanan Wilayah Sumatera segera bertindak atas dugaan tindak pidana perusakan hutan lindung dan lingkungan hidup di Kota Batam.
Permintaan ini disampaikan menyusul temuan dugaan pelanggaran di kawasan hutan lindung sekitar Panaran, Kelurahan Tembesi, yang melibatkan aktivitas penimbunan dan penutupan alur sungai oleh salah satu badan usaha. Lokasi tersebut diketahui berada di titik koordinat 1.010330,104.006622 dan termasuk kawasan hutan lindung berdasarkan SK Menteri Kehutanan Nomor: SK.76/MenLHH-II/2015 dan SK.272/Menlhk/Setjen/PLA.06/6/2018.
Kepala Perwakilan Ombudsman RI Kepri, Dr. Lagat Siadari, mengungkapkan bahwa kegiatan tersebut diduga dilakukan oleh PT Canuarta Starmarine tanpa adanya izin resmi dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) maupun Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Provinsi Kepri.
“Pengerjaan proyek ini belum jelas tujuannya dan diduga dilakukan di atas kawasan hutan lindung tanpa izin yang sah. Kami telah berkoordinasi dengan Gakkum KLHK Wilayah Sumatera agar segera menindaklanjuti temuan ini sesuai dengan Undang-undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan,” ujar Lagat dalam konferensi pers, Senin (14/07/2025), di Kantor Ombudsman Kepri.
DLH melalui Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Unit II Batam telah mengirimkan surat teguran kepada PT Canuarta Starmarine pada 9 Juli 2025. Namun, aktivitas pembukaan lahan di area tersebut diduga tetap berlanjut hingga saat ini.
Ombudsman menegaskan bahwa tindakan yang dilakukan oleh pihak perusahaan sudah memenuhi unsur perusakan hutan sebagaimana diatur dalam UU Nomor 18 Tahun 2013. Beleid tersebut melarang segala bentuk pembalakan liar, penebangan tanpa izin, hingga penguasaan hasil hutan secara ilegal.
“Dugaan perusakan ini perlu segera ditindaklanjuti agar kerusakan tidak semakin parah dan meluas,” tambah Lagat.
Lebih lanjut, Ombudsman Kepri juga meminta Gakkum KLHK untuk turut memeriksa dugaan perusakan lingkungan lainnya di wilayah Batam, seperti di Pulau Layang, Pulau Kapal Besar, dan Pulau Kapal Kecil, yang disinyalir terjadi di atas tanah bersertifikat Areal Penggunaan Lain (APL) namun tidak memiliki izin lingkungan yang sah.