
REGIONAL NEWS.ID, TANJUNGPINANG -Forum Komunikasi Nelayan Nusantara (FKNN) menyampaikan pasca pemberlakuan pembatasan zona wilayah tangkap. PSDKP dalam sebulan terakhir menangkap 8 kapal nelayan Bintan dan Tanjungpinang.
Pengurus Forum Komunikasi Nelayan Nusantara, Rudy Irwansyah mengatakan penangkapan sejumlah kapal nelayan dilakukan PSDKP di kurun waktu yang berbeda.
“Sebanyak 6 dari 8 kapal yang ditangkap PSDKP sudah dilepas setelah membayar denda berjenjang, mulai dari Rp26 juta hingga Rp30 juta. Uang tersebut katanya masuk ke rekening kas daerah. Sementara 2 kapal ditangkap baru-baru ini sampai sekarang belum dilepaskan,” kata Rudi Selasa (27/5/2025).
Aksi tangkap yang dilakukan PSDKP mengakibatkan kapal nelayan ketakutan untuk melaut, otomatis produktifitas nelayan menjadi sangat menurun dan terganggu, jelasnya.
Rudy menegaskan pemberlakuan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 11 Tahun 2023 menyebabkan nelayan lokal merasa aktivitasnya terhambat, padahal mereka harus menyesuaikan diri menangkap ikan di kawasan migrasi ikan.
“Ikan tidak menetap dalam satu kawasan melainkan selalu berpindah-pindah sehingga pembatasan wilayah tangkap ikan akan mengurangi produktivitas nelayan,” paparnya.
Sejak peraturan itu berlaku, nelayan tidak boleh beraktivitas diatas 12 mil, yang diukur dari daratan atau pulau terdekat dengan aktivitas nelayan. Nelayan dapat mengurus ijin untuk melakukan aktivitas di atas 12 mil dengan berbagai persyaratan, termasuk membeli Vessel Monitoring Sistem (VMS) yang fungsinya untuk mengetahui pergerakan kapal.
Pengurusan ijin agar dapat melakukan aktivitas penangkapan ikan antara 0-12 mil di Dinas Kelautan dan Perikanan, sedangkan 12 mil e atas di Kementerian Kelautan daPerikanan.
Pengurusan ijin agar dapat melakukan aktivitas penangkapan ikan antara 0-12 mil di Dinas Kelautan dan Perikanan, sedangkan 12 mil ke atas di Kementerian Kelautan dan Perikanan.
Sedangkan harga VMS tahun 2024 mencapai puluhan juta rupiah, sedangkan sekarang sekitar Rp6 juta. Alat ini wajib dibeli nelayan agar petugas dapat memonitor aktivitas kapal nelayan.
VMS dapat dibeli dari produsen berdasarkan rekomendasi KKP.
“Jelas kami keberatan implementasi Permen KP Nomor 11 Tahun 2022, yang ujung-ujungnya urusannya berhubungan dengan uang,” ucapnya.
Menurut Rudi, kondisi nelayan kecil semakin terpuruk. Peraturan tersebut memberatkan mereka karena tidak dapat mencari ikan di kawasan diatas 12 mil.
Padahal kesejahteraan nelayan dan keluarganya, terutama di kawasan perbatasan atau provinsi maritim merupakan pekerjaan rumah yang belum terselesaikan. Alih-alih sejahtera, kini nelayan berhadapan dengan peraturan yang menyulitkan mereka untuk mendapatkan hasil tangkapan ikan yang memadai.
“Kami setuju peraturan itu hanya berlaku untuk kapal berukuran minimal 30 GT, jangan disapu rata,” ujarnya.
Rata-rata kapal nelayan di Kepri hanya 5 GT. Kapal ukuran relatif kecil ini pula tidak mungkin berani beraktivitas di atas 12 mil sehingga tidak perlu ada aturan pembatasan untuk mereka.
Apalagi rata-rata mereka beraktivitas di perairan 0-12 mil, masih berada di wilayah NKRI.
“Lebih baik selamatkan sumber daya ikan dari aktivitas kapal nelayan asing di Natuna dan Anambas, daripada membatasi anak bangsa mencari nafkah,” tutupnya.
Hingga berita ini di publish, para pihak yang berkenaan dengan peristiwa penangkapan kapal nelayan ini belum memberikan informasi apapun.