
REGIONAL NEWS.ID, TANJUNGPINANG – Ratusan nelayan yang tergabung dalam Himpunan Nelayan Indonesia (HNSI), KNTI, LKPI, HMNI hingga pemilik kapal, berunjuk rasa menuntut pemerintah membatalkan berbagai kebijakan yang tidak berpihak pada masyarakat nelayan.
Ketua Forum Komunikasi Nelayan Nusantara, Distrawandi mengatakan, Nelayan menolak dan meminta pemerintah untuk meninjau kembali PP Nomor 11 Tahun 2023 terkait penangkapan ikan terukur berbasis kuota, termasuk kewajiban memasang SPKP (Sistem Pemantauan Kapal Penangkapan Ikan) dan PMS (Sistem Pemantauan Ikan Tangkapan).
“Aksi ini murni untuk menuntut hak masyarakat nelayan, terutama pencabutan kebijakan SPKP dan PMS,” ujar Distrawandi usai menggelar aksi unjuk di depan Gedung Daerah, Tepi Laut, Tanjungpinang.
Ia menyampaikan bahwa hari ini hal itu merupakan isu nasional dan bukan lagi isu masyarakat Kepulauan Riau semata.
Menurutnya seluruh nelayan mulai dari Kapal GT 6 sampai GT 29. Akibat kebijakan itu membuat para nelayan menjadi kisruh.
“Kami meminta Pemerintah Provinsi Kepri, sama sama berangkat ke Jakarta untuk melakukan protes penolakan secara bersama sama,” ujarnya.
Selain itu, Ia mengatakan Kepulauan Riau wilayah maritim yang mencakup 96 persen lautan, dengan 4 persen wilayah daratan.
“Tuntutan kami ditambah lagi adanya izin izin sedimentasi di zona penangkapan nelayan,” tuturnya
Kepala Pangkalan PSDKP Batam Samuel Sandi Rundupadang mengatakan akan menyampaikan aspirasi Nelayan ke DPRD Kepri dan Gubernur Kepri.
Usai orasi di depan Gedung Daerah dan tidak memperoleh jawaban, akhirnya aksi damai ini dilanjutkan ke depan gedung DPRD Provinsi Kepri untuk menemui Ketua DPRD Iman Setiawan.
Sebelumnya, Ketua HNSI Kota Tanjungpinang, Rudi Irwansyah menyampaikan bahwa rencana aksi masyarakat nelayan yang akan digelar pada Kamis 15 Mei 2025 mendatang di depan Gedung Daerah, Kota Tanjungpinang.
Dalam aksi nanti, kami menuntut pemerintah untuk membatalkan seluruh kebijakan yang merugikan masyarakat nelayan serta penggunaan ruang laut yang mengganggu wilayah tangkap para nelayan, kata dia.
“HNSI menuntut pemerintah menghentikan kebijakan sedimemtasi laut, pemasangan VMS di kapal-kapal nelayan, mendorog pemerintah menegakkan kedaulatan laut, kami juga menolak privatisasi sumber daya kelautan,” ujar Rudi, Sabtu 10 Mei 2025.
Selain tuntutan diatas sambung Rudi, HNSI juga meminta pemerintah memberikan jaminan perlindungan kesejahteraan untuk nelayan tradisional, memghapus zona wilayah tangkap nelayan, turunkan harga BBM Solar dan memperbaiki distribusi BBM bersubsidi untuk nelayan.
Ia menyampaikan jika penggunaan VMS tanpa kajian mendasar yang katanya dapat meningkatkan kesejahteraan nelayan. VMS hanya akan bermanfaat untuk pemerintah mengawasi pergerakan kapal nelayan.
Bahkan peraturan migrasi juga akan menyulitkan dengan kapasitas 30GT kebawah, karena dalam situasi tertentu nelayan harus menangkap ikan diatas 12 mil laut atau dibawahnya, jika dibatasi maka nelayan akan kesulitan mengikutinya.
“Kami siap berdiskusi dan membahas peraturan pemerintah, karena penolakan yang sama juga datang dari berbagai daerah di indonesia,” sebutnya.
Kami masyarakat nelayan dan bukan kelompok kriminil yang menjadi penentang program maupun kebijakan pemerintah. Apabila programnya jelas dapat meningkatkan kesejahteraan nelayan kenapa harus kami tolak.
“Kenyataan dilapangan sangat bertolak belakang dengan yang dijanjikan pemerintah kepada masyarakat nelayan, jangan membuat kami sengsara di laut dan negeri kami sendiri,” tutupnya.